Cari Blog Ini

Kamis, 29 Oktober 2009

santai


suasana liburan di taman bersama teman-teman...
aq sungguh senang bisa berada di bandung karna suasananya sangat menyenangkan dan orangnya sangat ramah tamah...sampai ketemu teman-teman di lampung.....

Minggu, 14 Juni 2009

STATISTIK

PENGOLAHAN DATA TINGGI BADAN MAHASISWA ITB



Data Tinggi Badan Dari 50 Mahasiswa ITB :


150 160 179 183 193 200 210 152 164 175
181 192 205 216 153 166 173 189 198 204
210 153 165 173 184 192 167 154 163 176
189 195 202 157 164 178 188 190 159 169
162 171 168 176 165 181 200 174 186 160


Urutan Data Terkecil Sampai Terbesar


150 150 153 153 154 157 159 160 160 161
160 163 164 164 165 166 167 168 169 171
173 173 174 175 176 176 178 179 181 181
183 184 186 188 189 189 190 192 192 193
195 198 200 200 202 204 206 210 210 216


Daftar Distribusi Frekuensi

Table distribusi frekuensi

Tinggi badan Frekuensi
150-159 7
160-169 12
170-179 9
180-189 8
190-199 6
200-209 5
210-219 3
jumlah 50
Rentang

Rentang = Data Terbesar - Data Terkecil
= 216-150 =66



Banyak kelas

Banyak kelas =1 + 3,3 log N = 1 + 3,3 log 50 =6,6066


Panjang kelas interval

P = = = 9,4286



Daftar Distribusi Frekuensi Relatif

Table Distribusi Frekuensi Relatif

Tinggi badan Frekuensi ( fi ) Frek..Relatif (%)
150-159 7 14
160-169 12 24
170-179 9 18
180-189 8 16
190-199 6 12
200-209 5 10
210-219 3 6
Jumlah 50 100


Distribusi Frekuensi Kumulatif

Komulatif kurang dari (<)

Frek. Absolute Frek. relatif
< 150 → F. kum = 0 < 150 → F. kum (%) = 0
< 160 → F. kum = 0 + 7 = 7 < 160 → F. kum (%) = 0 + 14 = 14
< 170 → F. kum = 0 + 12 = 19 < 170 → F. kum (%) = 14 + 24 = 38
< 180 → F. kum = 19 + 9 = 28 < 180 → F. kum (%) = 38 + 18 =56
< 190 → F. kum = 28 + 8 = 36 < 190 → F. kum (%) = 56 + 16 = 72
< 200 → F. kum = 36 + 6 = 42 < 200 → F. kum (%) = 72 + 12 = 84
< 210 → F. kum = 42 + 5 =47 < 210 → F. kum (%) = 84 + 10 = 94
< 220 → F. kum = 47 + 3 = 50 < 220 → F. kum (%) = 94 + 6 = 100

Table Distribusikumulatif Kurang dari


Tinggi badan Fkum Fkum (%)
< 150 0 0
< 160 7 14
< 170 19 38
< 180 28 56
< 190 36 72
< 200 42 84
< 210 47 94
< 220 50 100








Komulatif atau lebih ( )

Frek. Absolute Frek. relatif
150 → F. kum = 50 150 → F. kum (%) = 100
160 → F. kum = 50 - 7 = 43 160 → F. kum (%) = 100 - 14 = 86
170 → F. kum = 43 - 12 = 31 170 → F. kum (%) = 86 - 24 = 62
180 → F. kum = 31 - 9 = 22 180 → F. kum (%) = 62 - 18 = 44
190 → F. kum = 22 – 8 = 14 190 → F. kum (%) = 44 - 16 = 28
200 → F. kum = 14 – 6 = 8 200 → F. kum (%) = 28 - 12 = 16
210 → F. kum = 8 – 5 = 3 210 → F. kum (%) = 16 - 10 = 6
220 → F. kum = 3 - 3 = 0 220 → F. kum (%) = 6 - 6 = 0

Table Distribusikumulatif Atau Lebih


Tinggi badan Fkum Fkum(%)
150 50 100
160 43 86
170 31 62
180 22 44
190 14 28
200 8 16
210 3 6
Jumlah 0 0











Penyajian Distribusi Frekuensi Dengan Grafik

Histrogram

f
12-

10-

8 -

6 -

4 -

2 -

0 -
149,5 159,5 169,5 179,5 189,5 199,5 209,5 219,5


Poligon

Ogive

1. Ogive distribusi kumulatif “kurang dari”

Nilai “<”

2. Ogive distribusi kumulatif “atau lebih ”

Nilai “ ”











UKURAN GEJALA PUSAT
Rata-rata hitung atau rata-rata (mean)

Table Perhitungan Rata-Rata Hitung

Kelas ke- Tinggi badan Frekuensi Titik-Tengah Kelas (mi) fi x mi
1 150-159 7 154,5 1088,5
2 160-169 12 164,5 1974
3 170-179 9 174,5 1570,5
4 180-189 8 84,5 1476
5 190-199 6 194,5 1167
6 200-209 5 204,4 1022,5
7 210-219 3 214,5 643,5
jumlah 50 8935

Jawab : rata-rata hitung µ = = = 178,5
ð Rata –rata hitung tinggi badan 50 mahasiswa ITB adalah 178,5


Rata-rata ukur (geometric mean)

Table Perhitungan Rata-Rata Ukur

Kelas ke- Tinggi badan Frekuensi Titik-Tengah Kelas (mi) Log mi fi x log mi
1 150-159 7 154,5 2,188928484 15,3225
2 160-169 12 164,5 2,216165902 26,5940
3 170-179 9 174,5 2,241795431 28,1762
4 180-189 8 84,5 2,26599637 18,1280
5 190-199 6 194,5 2,288919606 13,7336
6 200-209 5 204,4 2,310693312 11,5547
7 210-219 3 214,5 2,331427297 6,9443
jumlah 50 112,4533

Jawab : rata-rata Ukur —› G = = = 2,249066 —› G = antilog (2,249066) =177,49

ð Tinggi badan tersebut mempunyai rata-rata ukur sebesar 177,49.




Rata-Rata Harmonik

Table Rata-Rata Harmonik

Kelas ke- Tinggi badan Frekuensi ( fi ) Titik-Tengah Kelas (mi) fi / (mi)
1 150-159 7 154,5 0,0454
2 160-169 12 164,5 0,0730
3 170-179 9 174,5 0,0516
4 180-189 8 184,5 0,0434
5 190-199 6 194,5 0,0309
6 200-209 5 204,4 0,0245
7 210-219 3 214,5 0,0140
jumlah 50 - 0,2828

Rata-rata Harmonik —› H = = = = 176,81
ð Tinggi badan tersebut mempunyai rata-rat harmonic sebesar 176,81


Modus

Table Perhitungan Modus

Kelas ke- Tinggi badan Batas kelas Frekuensi ( fi )
1 150-159 149,5-159,5 7
2 160-169 159,5-169,5 12
3 170-179 169,5-179,5 9
4 180-189 179,5-189,5 8
5 190-199 189,5-199,5 6
6 200-209 199,5-209,5 5
7 210-219 209,5-219,5 3
- - Jumlah 50

Dari table di atas diperoleh :
Kelas modus= kelas ke-4

LMo= 179,5 p=10 d1= (8 - 9)=-1 d2= (8 – 6)=2

Modus —› Mo=LMo + p =179,5+10 =179,5+(-10) =169.5

ð Tinggi badan tersebut mempunyai modus sebesar 169,5



UKURAN LETAK

1. Median

Table perhitungan Median

Kelas ke- Tinggi badan Batas kelas Frekuensi ( fi ) Frek.kum
1 150-159 149,5-159,5 7 7
2 160-169 159,5-169,5 12 19
3 170-179 169,5-179,5 9 28
4 180-189 179,5-189,5 8 36
5 190-199 189,5-199,5 6 42
6 200-209 199,5-209,5 5 47
7 210-219 209,5-219,5 3 50
- - Jumlah 50

LMe = 179,5 p = 10 fm = 8 F = 7 + 1 + 9 = 38

Median —› Me=LMe + p =179,5 + 10 =179,5 +(-16,3) =163
2. Kuartil
Table perhitungan Kuartil

Kelas ke- Tinggi badan Batas kelas Frekuensi ( fi ) Frek.kum
1 150-159 149,5-159,5 7 7
2 160-169 159,5-169,5 12 19
3 170-179 169,5-179,5 9 28
4 180-189 179,5-189,5 8 36
5 190-199 189,5-199,5 6 42
6 200-209 199,5-209,5 5 47
7 210-219 209,5-219,5 3 50
- - Jumlah 50

Jawab :
v Q1 —› N = 12,5. Frekuensi komulatif pertama kali yang sama atau melebihi 12,5 adalah19.

L1 = 159,5 p = 10 f1 = 12 F = 7
Q1 = L1 + p = 159,5 +10 = 159,5 + 4,589 = 164,084
ð Ada 25% mahasiswa mempunyai tinggi badan paling tinggi 164,084 dan 75% lai mempunyai tinggi badan 164,084
v Q2

L1 = 169,5 p = 10 f1 = 9 F = 19

Q2 = L1 + p =169,5 +10 = 169,5 + 6,667 = 176,167
ð Ada 25% mahasiswa mempunyai tinggi badan paling tinggi 176,167dan 75% lai mempunyai tinggi badan 176,167.

v Q3

L1 = 189,5 p = 10 f1 = 6 F = 36


Q3 = L1 + p =189,5 +10 = 189,5 + 2,5 = 192
ð Ada 25% mahasiswa mempunyai tinggi badan paling tinggi 192 dan 75% lai mempunyai tinggi badan 192.

3. Desil

Table perhitungan desil

Kelas ke- Tinggi badan Batas kelas Frekuensi ( fi ) Frek.kum
1 150-159 149,5-159,5 7 7
2 160-169 159,5-169,5 12 19
3 170-179 169,5-179,5 9 28
4 180-189 179,5-189,5 8 36
5 190-199 189,5-199,5 6 42
6 200-209 199,5-209,5 5 47
7 210-219 209,5-219,5 3 50
- - Jumlah 50










Jawab :
N = 5. Frekuensi komulatif pertama kali yang sama atau melebihi 5 adalah 7.


LD = 149,5 p = 10 fD= 7 F = 7


D1 = LD + p =149,5 +10 = 149,5 + (- 2,86) = 146,64

ð Ada 10 % mahasiswa mempunyai tinggi badan paling tinggi 146,64 dan 90% lagi mempunyai tinggi badan 146,64.


4. Persentil

Table perhitungan Persentil

Kelas ke- Tinggi badan Batas kelas Frekuensi ( fi ) Frek.kum
1 150-159 149,5-159,5 7 7
2 160-169 159,5-169,5 12 19
3 170-179 169,5-179,5 9 28
4 180-189 179,5-189,5 8 36
5 190-199 189,5-199,5 6 42
6 200-209 199,5-209,5 5 47
7 210-219 209,5-219,5 3 50
- - Jumlah 50

Jawab :
N = = 10. Frekuensi komulatif pertama kali yang sama atau melebihi 10 adalah 19.

LP = 159,5 p = 10 fP= 12 F = 7

P20 = LP + p = 159,5 +10 = 159,5 +4,28 = 163,78

ð Ada 20% mahasiswa mempunyai tinggi badan 163,78 paling tinggi dan 80% lagi mempunyai tinggi badan paling rendah 163,78.
UKURAN PENYEBARAN

5. Rentang Antar Kuartil
Rentang antar kuartil (RAK) = Q3 – Q1
Rentang antar kuartil (RAK) = 192 -164,084 =27,916

ð Rentang antar kuartil data tersebut adalah 27,916

6. Simpangan Kuartil
Rentang semi interkuartil (SK) = RAK = ( Q3 – Q1 )= (27,916) = 13,958
ð Simpangan kuartil data tersebut adalah 13,958

7. Simpangan Rata-Rata

Table perhitungan simpangan rata-rata

Tinggi badan ( fi ) (mi) | mi -µ | fi x | mi -µ |
150-159 7 54,5 |154,5-178,5 |=24 168
160-169 12 164,5 | 164,5-178,5 |=14 168
170-179 9 174,5 | 174,5-178,5 |=4 36
180-189 8 84,5 | 184,5-178,5 |=6 48
190-199 6 194,5 | 194,5-178,5 |=16 96
200-209 5 204,4 | 204,5-178,5 |=26 130
210-219 3 214,5 | 214,5-178,5 |=36 108
jumlah 50 - - 754

SR = = = 15,08

ð Simpangan rata-rata tinggi badan mahasiswa ITB adalah 15,08














8. Varians

Table perhitungan Varians

Tinggi badan ( fi ) (mi) mi -µ ( mi -µ )2 fi x ( mi -µ )2
150-159 7 54,5 154,5-178,5 = -24 576 4032
160-169 12 164,5 164,5-178,5 = -14 196 2352
170-179 9 174,5 174,5-178,5 = -4 16 144
180-189 8 84,5 184,5-178,5 = 6 36 288
190-199 6 194,5 194,5-178,5 = 16 256 1536
200-209 5 204,4 204,5-178,5 = 26 676 3380
210-219 3 214,5 214,5-178,5 = 36 1296 3888
jumlah 50 - - 15620

Maka ukuran varians adalah

σ2 = = = 312,4

ð Varians tinggi badan dari 50 mahasiswa adalah 312,4

9. Standar deviasi

σ = = 17,674

ð Deviasi tinggi badan dari 50 mahasiswa poltek adalah 17,674

10. Kemiringan

v Koefisien kemiringan Pearson tipe I

Sk = = = 0,736


v Koefisien kemiringan Pearson tipe II

Sk = = = 2,631
ð Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai ukuran kemiringan yang positif




11. Kurtosis
Table perhitungan Kurtosis

Tinggi badan ( fi ) (mi) mi -µ ( mi -µ )4 fi x ( mi -µ )4
150-159 7 54,5 154,5-178,5 = -24 331776 2322432
160-169 12 164,5 164,5-178,5 = -14 38416 460992
170-179 9 174,5 174,5-178,5 = -4 256 2304
180-189 8 84,5 184,5-178,5 = 6 1296 10368
190-199 6 194,5 194,5-178,5 = 16 65536 393216
200-209 5 204,4 204,5-178,5 = 26 456976 2284888
210-219 3 214,5 214,5-178,5 = 36 1679616 5038848
jumlah 50 - - 10513048

Maka ukuran kurtosisnya adalah

σ4 = = = 2,155
ð Karena σ4 < 3 maka distribusi tinggi badan dari 50 mahasiswa poltek cenderung rendah atau disebut “platikurtik”

Senin, 02 Februari 2009

Jenis-Jenis Keyboard

KEYBOARD

Keyboard komputer, secara phisik mempunyai bentuk seperti halnya keyboard pada mesin ketik manual/elektronik. Dengan digunakannya micro processor, maka data yang ada bisa langsung dikirim ke-CPU melalui keyboard.
Jika sebuah tombol pada keyboard ditekan, maka per (pegas) yang ada dibawahnya akan menekan logam yang ada dibawahnya, dan menyebabkan arus listrik bisa mengalir melewatinya
Arus ini kemudian diterima oleh chip pada keyboard yang disebut microprocessor. Pada chip ini terdapat pelbagai alamat sehingga bisa diketahui, tombol mana yang ditekan. Sinyal-sinyal listrik ini kemudian diteruskan pada RAM sampai PC yang ada digunakan secara lebih lanjut.
Pada saat yang sama, keyboard microprocessor juga meneruskan informasi yang ada ke-Interupt Contoller. Dari interupt controller inilah informasi yang ada kemudian bisa diterima oleh CPU agar informasi yang bersangkutan dapat ditampilkan pada layar monitor

Gambar Microprocessor pada Keyboard


Keyboard virtual

keyboard virtual adalah salah satu fitur untuk program komputer atau program itu sendiri yang dapat berperan virtual sebagai kontrol, dengan beberapa tombol atau tuts yang ada pada keyboard biasa.
Dalam dunia PC desktop, program windows XP, keyboard virtual atau yang disebut juga On-Screen Keyboard, bekerja secara virtual bukan hanya sebagai keyboard, melainkan juga sebagai mouse.



Cara Kerja Keyboard Virtual

Sinar laser akan menampilkan bentuk keyboard sesuai dengan level permukaan yang dibiaskan.
Bias infra merah yang transparan akan diproyeksikan menjadi keyboard virtual.
Pengetikan yang dihasilkan melalui jari, akan menimbulkan key-stroke. Penekanan oleh jari inilah yang menyebabkan pertemuan antara pancaran dan sinar infra merah secara bersamaan, yang menghasilkan refleksi langsung ke proyektor.
Refleksi infra merah akan melewati penyaring infra menuju kamera.
Kamera lantas mengambil gambar sesuai dengan penangkapan dari infra merah.
Chip dari sensor akan memperbaiki letak pancaran infra merah yang rusak, kemudian menerjemahkannya dalam koordinat.
Karakter-karakter yang tercipta akan tampil pada layar, dengan menggunakan koordinat yang diterima secara wirelessly atau tanpa kabel.



Tips Memilih dan Merawat Keyboard
Pilih keyboard yang ergonomis.
Warna keyboard juga berpengaruh pada penglihatan (Pilih warna keyboard yang tidak 'sakit' dipandang mata misalnya hitam dan perak).
Pertimbangkan fungsi ekstra yang disertakan pada keyboard.
Bagi pengguna yang menginginkan keamanan pada komputernya, bisa dimulai dari keyboard, saat ini sudah tersedia keyboard yang bisa mendeteksi sidik jari.
Pilihlah keyboard dengan port USB.
Sesuaikan harga keyboard dengan kantong Anda.
Rawat keyboard dengan cara rajin membersihkannya.


Tips jika Keyboard anda terkena tumpahan air
Sisa cairan sebaiknya dibersihkan dengan cairan juga. Film-contact dapat dibersihkan dengan isopropyl-alkohol (tersedia di apotik). CHIP mele­paskan mechanical guide (klem plastik biru) dan meletakkan keyboard dalam posisi berdiri. Alkohol diteteskan ke celah keyboard dengan cutton bud. Cara ini dapat membersihkan kontak dengan baik. Setelah kering dan dipasang kembali, keyboard dapat berfungsi tanpa masalah.



MOUSE

Pada mouse terdapat tombol yang bisa ditekan, juga bola yang akan bergerak mengikuti arah gerakan mouse. Gerakan pada bola yang kemudian dikonversikan dengan koordinat X-Y ini, menyebabkan adanya denyut listrik yang terkirim kepusat komputer, dan dengan demikian, kursor bisa bergerak sesuai dengan gerakan bola.
Jika kita membuka dan mengeluarkan bola kecil yang terdapat di belakang mouse, maka akan terlihat 2 pengendali gerak di dalamnya. Kedua pengendali gerak tersebut dapat bergerak bebas dan mengendalikan pergerakan penunjuk, yang satu searah horisontal (mendatar) dan satu lagi vertikal (atas dan bawah).
Jika kita hanya menggerakkan pengendali horisontal maka penunjuk hanya akan bergerak secara horisontal saja pada layar monitor komputer. Dan sebaliknya jika penunjuk vertikal yang digerakkan, maka penunjuk (pointer) hanya bergerak secara vertikal saja dilayar monitor. Jika keduanya kita gerakkan maka gerakan penunjuk pointer) akan menjadi diagonal.




Cara Kerja Mouse Optical
Lampu LED menembarkan cahayanya pada permukaan lalu, sensor cahaya yang ada pada bagian bawah mouse akan menangkap pergeseran yang terjadi pada cahaya tersebut.
komputer mencatat pergeseran yang terjadi pada landasan mouse.







SCANNER

Scanner merupakan salah satu input device yang secara prinsip mempunyai cara kerja seperti halnya foto-copy
Scanner menggunakan tehnik digital tuk membentuk dan memasukkan image dokumen yan akan diproses dengan menggunakan elektronik.





Cara kerja Scanner

Penekanan tombol mouse dari komputer menggerakkan pengendali kecepatan pada mesin scanner. Mesin yang terletak dalam scanner tersebut mengendalikan proses pengiriman ke unit scanning.
Kemudian unit scanning menempatkan proses pengiiman ke tempat atau jalur yang sesuai untuk langsung memulai scanning.
Nyala lampu yang terlihat pada Scanner menandakan bahwa kegiatan scanning sudah mulai dilakukan.
Setelah nyala lampu sudah tidak ada, berarti proses scan sudah selesai dan hasilnya dapat dilihat pada layar monitor.
Apabila hasil atau tampilan teks / gambar ingin dirubah, kita dapat merubahnya dengan menggunakan software-software aplikasi yang ada. Misalnya dengan photoshop, Adobe dan lain- lain.




JOYSTICK

Seluruh joystick di desain untuk memerintakan komputer, cara menghendel posisi joystick setiap waktu. Untuk melakukannya yang harus dilakukan joystick adalah membberi koordinah axis X dan Y dari hendel tersebut. X axis mewakili kiri-kanan, berada 90° dai X axis, dan Y-axis untuk atas-bawah.
Dasar dari hendel dihubungkan dengan beban dalam putaran yang memungkinkan joystik bergerak bebas kearah manapun.
Posisi sensor berhubungan pada setiap axis joystik menanggapi koordinat X-Y joystik dan mengirim sinyal kepada kartu adaptor game software yang digunakan untuk menginterpretasikan posisi game controler.
Melalui penggunaan adaptor Y, dua joystik bila dihubungkan sebagai satu kesatuan pada 1 PC. Sinal untuk ordinaat X dan Y dikirim melalui kawat yang berbeda pada kabel yang sama ke 15-pin conector pada kartu game.
Joystik yang lebih sempurna menggunakan 2-set sinyal axis X dan Y. 1-set untuk komunikasi posisi joystik sedangkan satunya untuk komunikasi “Tophat”. Suatu control tambahkan yang memamper oleh jari berupa controler yang bisa membaca gerak berputar (R-axis)
Konteks sederhana menekan digunakan untuk sejenis pelatuk dan tombol pada joystik. Jika tombol ditekan, tekanan tersebut mengirim suatu sinyal elektrik melalui sepasang kawat melalui kartu game. Kartu adaptor selanjutnya menulis 1-bit kepada alamat memori khusus jika tombol tidak ditekan, dan mengirim 0-bit jika ditekan.
Tipe paling umum dari joystik sensor posisi joystik dibuat dari sebuah kapasitor dan potensial meter atau “pot” yang terdiri atas berbagai kontroler resistor dari 2 arah putaran joystik. Aliran listrik melalui “pot” ke kapasitor.
Ketika joystik ditekan satu arah baik axis maupun X-Y, tahanan arus listrik meningkat dan kapasitor lebih lama untuk menyimpan dan melepaskan.
Ketika ditekan pada arah lain resistansi lebih rendah dan lebih banyak listrik yang mengalir melalui kapasitor.
Pada joystik digital baru sebuah “piezo” elektrik sensor biasanya digunakan pada kontrol “top hat” yang lebih kecil menggunakan sebuah kristal yang menghasilkan arus listrik ketika ditekan dan diubah bentuk.
Suatu sensor posisi “grayscale” optis menggunakan suatu dioda cahaya (LED) yang mengkonversi cahaya dari LED menjadi arus listrik. Diantara LED dan CCD ada semacam flat atau selembar film yang memiliki bayangan intensitas gelap-terang yang berada secara teratur pada lembar film tersebut. Ketika joystik menggerakkan lembar tersebut film menyebabkan banyak/sedikit cahaya yang melewati film dari LED ke CCD.


Tips untuk Joystick/Gamepad dirumah
Jangan dibanting
Jangan melilitkan kabel di joystick / gamepad
Jauhkan dari Air
Jangan Bermain Kasar
Ø Jangan memencetnya dengan kasar yang dapat membuat karet tombol jadi encer atau dol, serta kemudi analog jadi patah atau karetnya putus.
Bersihkan Jika tombol Budek
Service Bila Rusak
Sebelum membuka joystick atau gamepad dan membongkar, pastikan kabelnya sudah tidak terhubung dengan mesin agar anda tidak kesetrum atau konslet pada komponen.




Freedom 2.4Ghz Joystik USB
Wireless Joystick

Pengenalan Komputer

Komputer
Komputer adalah alat yang dipakai untuk mengolah data menurut prosedur yang telah dirumuskan. Kata computer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang yang perkerjaannya melakukan perhitungan aritmatika, dengan atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri. Asal mulanya, pengolahan informasi hampir eksklusif berhubungan dengan masalah aritmatika, tetapi komputer modern dipakai untuk banyak tugas yang tidak berhubungan dengan matematika.
Dalam definisi seperti itu terdapat alat seperti slide rule, jenis kalkulator mekanik mulai dari abakus dan seterusnya, sampai semua komputer elektronik yang kontemporer. Istilah lebih baik yang cocok untuk arti luas seperti "komputer" adalah "yang memproses informasi" atau "sistem pengolah informasi."
definisi di atas mencakup banyak alat khusus yang hanya bisa memperhitungkan satu atau beberapa fungsi. Ketika mempertimbangkan komputer modern, sifat mereka yang paling penting yang membedakan mereka dari alat menghitung yang lebih awal ialah bahwa, dengan pemrograman yang benar, semua komputer dapat mengemulasi sifat apa pun (meskipun barangkali dibatasi oleh kapasitas penyimpanan dan kecepatan yang berbeda), dan, memang dipercaya bahwa mesin sekarang bisa meniru alat perkomputeran yang akan kita ciptakan di masa depan (meskipun niscaya lebih lambat). Dalam suatu pengertian, batas kemampuan ini adalah tes yang berguna karena mengenali komputer "maksud umum" dari alat maksud istimewa yang lebih awal. Definisi dari "maksud umum" bisa diformulasikan ke dalam syarat bahwa suatu mesin harus dapat meniru Mesin Turing universal. Mesin yang mendapat definisi ini dikenal sebagai Turing-lengkap, dan yang pertama mereka muncul pada tahun 1940 di tengah kesibukan perkembangan di seluruh dunia. Lihat artikel sejarah perkomputeran untuk lebih banyak detail periode ini.

Komputer Benam
Pada sekitar 20 tahun terakhir, banyak alat rumah tangga, khususnya termasuk panel dari permainan video tetapi juga mencakup telepon genggam, perekam kaset video, PDA dan banyak sekali dalam rumahtangga, industri, otomotif, dan alat elektronik lain, semua berisi sirkuit elektronik yang seperti komputer yang memenuhi syarat Turing-lengkap di atas (dengan catatan bahwa program dari alat ini seringkali dibuat secara langsung di dalam chip ROM yang akan perlu diganti untuk mengubah program mesin). Komputer maksud khusus lainnya secara umum dikenal sebagai "mikrokontroler" atau "komputer benam" (embedded computer). Oleh karena itu, banyak yang membatasi definisi komputer kepada alat yang maksud pokoknya adalah pengolahan informasi, daripada menjadi bagian dari sistem yang lebih besar seperti telepon, oven mikrowave, atau pesawat terbang, dan bisa diubah untuk berbagai maksud oleh pemakai tanpa modifikasi fisik. Komputer kerangka utama, minikomputer, dan komputer pribadi (PC) adalah macam utama komputer yang mendapat definisi ini.
Komputer Pribadi
Akhirnya, banyak orang yang tak akrab dengan bentuk komputer lain memakai istilah ini secara eksklusif untuk menunjuk kepada komputer pribadi (PC).

Bagaimana Komputer Bekerja
Saat teknologi yang dipakai pada komputer digital sudah berganti secara dramatis sejak komputer pertama pada tahun 1940-an (lihat Sejarah perangkat keras menghitung untuk lebih banyak detail), komputer kebanyakan masih menggunakan arsitektur Von Neumann, yang diusulkan di awal 1940-an oleh John von Neumann.
Arsitektur Von Neumann menggambarkan komputer dengan empat bagian utama: Unit Aritmatika dan Logis (ALU), unit kontrol, memori, dan alat masukan dan hasil (secara kolektif dinamakan I/O). Bagian ini dihubungkan oleh berkas kawat, "bus"

Hak Asasi Manusia

BAB I

PENDAHULUAN

Dunia pendidikan tak luput dari paradoks, yang berarti pujian semu. Kata paradoks berasal dari kata Bahasa Yunani paradoxon; para berarti semu dan doxon atau doxa berarti pujian, kemuliaan. Pendidikan dipuja-puji sebagai solusi terhadap masalah kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, diskriminasi, ketidakadilan, perkosaan terhadap martabat manusia, kesewenang-wenangan, kebohongan, dan konflik sosial. Pendidikan pun seringkali diharapkan dapat bernilai sebagai proses 'pembelajaran' sekaligus sebagai 'pemberdayaan' kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) peserta didiknya.
Namun pada kenyataannya yang sampai kini terjadi adalah proses pendidikan di negeri ini seringkali justru menjadi sebuah beban bagi peserta didiknya selain melalui muatan-muatan kurikulumnya, juga melalui pendekatannya yang cenderung bersifat satu arah dan mengutamakan adanya ‘pemaksaan’ keyakinan. Melalui proses pendidikan seringkali peserta didik dijadikan obyek dari sebuah proses tranfer pengetahuan dengan menghafal muatan-muatan pelajaran yang sangat padat. Pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikan pun lebih menempatkan guru sebagai obyek dan peserta didik sebagai obyek, pun proses yang terjadi seringkali tidak memungkinkan adanya komunikasi dua arah yang sebenarnya antara guru dan peserta didiknya. Dalam kondisi yang demikian, maka nilai-nilai penghormatan terhadap kemanusiaan pun menjadi sulit untuk didiseminasikan kepada para peserta didik. Satu contoh misalnya dalam pendidikan humaniora, yang terutama diemban oleh mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn yang dulu bernama PMP). PPKn (PMP) bermula secara resmi pada 1978 dipuji karena berperan besar menjadikan manusia Indonesia sebagai penghayat dan pengamal nilai-nilai moral Pancasila. Namun ternyata nilai-nilai moral tersebut disampaikan dengan metode ceramah ataupun dihafal tanpa sosialisasi ke dalam praktek hidup sehari-hari. Proses penyampaian mata pelajaran ini masih jauh dari proses yang partisipatoris sehingga pelajaran PPKn menjadi verbalistis, bombastis, dan utopis meraih bintang di langit.
Sesungguhnya pendidikan sangat dipertimbangkan sebagai sektor yang strategis bagi bagian upaya diseminasi dan sosialisasi nilai-nilai hak asasi manusia, baik melalui muatan kurikulumnya maupun melalui pendekatan yang digunakan. Sehingga perlu dipertimbangkan adanya sebuah sistim pendidikan dengan muatan kurikulum yang mengutamakan pemahaman konteks dan penalaran melalui pendekatan yang partisipatif.
Memperhatikan hal tersebut serta mengacu pada berbagai usulan mengenai usaha perbaikan sistim pendidikan nasional, Pusat Kurikulum Balitbang Diknas melakukan pilot study pengembangan model pendidikan hak asasi manusia khusus di tingkat SD di Cianjur, Jawa Barat sejak Juli 1998. Kegiatan ini dilakukan bekerja sama dengan Sub Komisi Pendidikan dan penyuluhan KomnasHAM. Sejak Januari 1999 kegiatan pengembangan model ini ditingkatkan ke jenjang SLTP, SMA, dan bahkan PT di Kupang, Timor, NTT, bekerja sama pula dengan UNESCO.

Berdasarkan hasil sementara dan temuan pilot study tersebut, buku panduan ini ditulis oleh orang lapangan yang merintis pendidikan hak asasi manusia di Cianjur dan Kupang. Draf buku panduan untuk guru SD yang ditulis para guru, kepala sekolah, dan pengawas Cianjur direvisi oleh para pendidik di Kupang. Buku panduan untuk guru SLTP, guru SMU, dan dosen PT sepenuhnya ditulis para pendidik di Kupang. Draf buku panduan untuk guru SD, SLTP, dan SMU kemudian disunting oleh para pendidik di Cianjur. Naskah buku tersebut kemudian diedit lagi oleh tim di Pusat Kurikulum.

Inilah sekedar latar belakang pengembangan model pendidikan hak asasi manusia dan introduksinya ke dalam kurikulum, antara lain melalui buku panduan ini.

Setelah melihat latar belakang tersebut, maka berikut ini kita akan membahas beberapa hal penting dalam bab pendahuluan ini, yaitu:
Pengertian pendidikan hak asasi manusia dan nilai-nilai inti hak asasi manusia
Pentingnya pendidikan hak asasi manusia
Tujuan pendidikan hak asasi manusia
Dasar hukum pendidikan hak asasi manusia

Pengertian Hak Asasi Manusia dan Nilai-Nilai Inti Hak Asasi Manusia

Dalam lembar Fakta 02, “Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia” yang diterbitkan Komnas HAMdengan British Council Jakarta, disebutkan bahwa pengertian dasar hak asasi manusia berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah hak untuk kebebasan dan persamaan dalam derajat yang diperoleh sejak lahir serta tidak dapat dicabut dari seseorang. Sedangkan menurut Undang-undang RI no. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak asasi manusia didefinisikan sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.

Pengertian hak asasi manusia tersebut mengandung adanya tiga hak elementer yang tidak boleh dicabut dari seseorang sebagai individu, yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak dianiaya, dan adanya kebebasan. Di samping hak ekonomi, sosial dan budaya yang berhak dimiliki setiap orang “sebagai anggota masyarakat” dan tidak dapat dikesampingkan bagi martabat manusia dan kebebasan dalam mengembangkan kepribadiannya. Dari pengertian dasar hak asasi manusia juga muncul pengakuan bahwa setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan internasional sehingga dalam melaksanakan hak dan kebebasannya, setiap orang tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh hukum. Setelah Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia di Wina 1993, diputuskan pula bahwa hak atas pembangunan merupakan hak asasi manusia.

Pembahasan mengenai pengertian dan konsep-konsep hak asasi manusia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan mata rantai dokumen-dokumen (instrumen hak asasi manusia) yang memuatnya. Diawali dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), sebuah Deklarasi yang dirumuskan tahun 1948, dan merupakan dokumen hak asasi manusia tertulis pertama yang paling komprehensif dan ditelorkan oleh semua negara dan bangsa yang mewakili berbagai latar belakang budaya, kepercayaan, ideologi, dan orientasi politik. Dalam konteks ini, DUHAM 1948 merupakan akumulasi nilai dan prinsip kemanusiaan sejagat.

Diawali dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kemudian DUHAM 1948, dialog mengenai hak asasi manusia terus berkembang hingga memunculkan sebuah mata rantai diskursus konsep-konsep penting dari hak asasi manusia. Setelah DUHAM kemudian pada 1966 diterima dua kovenan PBB yaitu Kovenan mengenai Hak Sipil dan Politik serta Kovenan mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang mulai berlaku pada 1976. Kemudian diratifikasinya beberapa konvensi hak asasi manusia antara lain: Konvensi Menentang Penyiksaan, Konvensi Hak Anak, dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

Perkembangan wacana konsep-konsep hak asasi manusia melalui perkembangan instrumen-instrumen tersebut, kadangkala memunculkan pula adanya isu-isu sulit seperti kedaulatan nasional, universalisme dan partikularisme, gender, hak anak sampai pada isu tentang mana yang lebih penting antara hak-hak sipil dan politik dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Walaupun tetap tidak menutup kemungkinan adanya diskursus lebih lanjut, pada 1993 dalam Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia di Wina, dirumuskan sebuah deklarasi sebagai hasil kompromi dari perbedaan-perbedaan yang ada. Dirumuskan antara lain bahwa hak asasi manusia adalah universal, tidak dapat dipisahkan, saling bergantung dan saling berhubungan. Perbedaan-perbedaan di antara negara satu dan lainnya dalam pelaksanaan hak asasi manusia karena ciri khas pada masyarakatnya merupakan hal yang harus dihormati, tetapi tidak boleh menjadi alasan untuk melaksanakan hak asasi manusia. Pemajuan dan pelaksanaan hak asasi manusia pun harus dilaksanakan tanpa dibarengi syarat-syarat (conditionalities).

Dari mata rantai perkembangan instrumen-instrumen hak asasi manusia tersebut di atas, kemudian dapat dilihat bahwa hak-hak berikut ini menjadi hak-hak minimal yang harus ada dan menjadi bagian dari hak asasi manusia yaitu:
1. Hak hidup dan kelangsungan hidup
2. Kebebasan berbicara (menyatakan pendapat)
3. Hak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani
4. Kebebasan beragama dan menganut kepercayaan
5. Kebebasan beribadah
6. Hak anak atas kemerdekaan berpikir, hati nurani, dan agama di bawah arahan orang tua
7. Hak atas persamaan (bebas dari perlakuan yang diskriminatif)
8. Hak diakui sebagai manusia pribadi di depan hukum
9. Hak atas persamaan di depan hukum
10. Hak persamaan bagi laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak sipil dan politik
11. Hak persamaan bagi laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya
12. Hak warga negara mendapatkan pelayanan pemerintahan atas dasar persamaan
13. Hak wanita menerima upah yang sama, termasuk tunjangan, untuk pekerjaan yang sama
14. Hak atas pemeriksaan dan pengadilan yang adil menurut ketetapan hukum
15. Hak atas praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah
16. Hak atas pembangunan
17. Kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat kemanusiaan
18. Hak terpidana mati untuk memohon pengampunan atau keringanan hukuman
19. Hak terbebas dari perbuatan dan perdagangan budak
20. Hak anak untuk dilindungi dari pekerjaan yang membahayakan kesehatan, pendidikan, atau perkembangannya
21. Hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi dan penyalahgunaan seksual, termasuk pelacuran dan keterlibatan pornografi
22. Hak anak untuk dilindungi dari penjualan, perdagangan, dan penculikan anak
23. Hak calon mempelai untuk melangsungkan perkawinan dengan persetujuan sukarela
24. Tanggung jawab orang tua membesarkan dan mengembangkan anak
25. Hak para terdakwa yang masih remaja agar dipisahkan dari orang dewasa dan secepat mungkin dibawa ke sidang pengadilan
26. Hak wanita atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk terhadap fungsi melanjutkan keturunan
27. Hak dan tanggung jawab wanita yang sama selama perkawinan dan pada pemutusan perkawinan
28. Hak atas ganti rugi yang memadai atau memuaskan dari pengadilan atas segala bentuk kerugian akibat diskriminasi
29. Hak korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah atas kompensasi yang dapat diberlakukan
30. Kewajiban negara mengutuk diskriminasi rasial dan menyusun kebijakan penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial dan memajukan pengertian antar-ras
31. Hak atas pembayaran yang sesuai dengan pekerjaan
32. Hak atas penggajian yang adil dan menguntungkan
33. Hak terbebas dari dijadikan sebagai objek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan secara sukarela yang bersangkutan
34. Hak kelompok minoritas untuk menikmati kebudayaan mereka sendiri, menganut dan mempraktekkan agamanya, serta menggunakan bahasanya secara pribadi maupun di depan publik, dengan bebas dan tanpa campur tangan maupun diskriminasi dalam bentuk apa pun
35. Hak masyarakat asli untuk diakui nilai dan keanekaragaman dari identitas, kebudayaan, dan organisasi sosial mereka yang berbeda
36. Hak anak cacat fisik dan mental mendapatkan pemeliharaan, pendidikan, dan pelatihan khusus
37. Hak ibu mendapatkan perlindungan khusus selama jangka waktu yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan, dan bagi ibu yang bekerja mendapatkan cuti dengan gaji atau jaminan sosial yang memadai
38. Hak atas harta kekayaan secara sendiri atau pun bersama dalam suatu asosiasi
39. Hak membentuk serikat pekerja dan bergabung ke dalam serikat pekerja pilihannya sendiri
40. Hak untuk melakukan pemogokan
41. Hak atas kebebasan pendapat, informasi, dan ekspresi
42. Negara akan menyediakan pemeliharaan yang memadai bagi anak jika orang tua, wali, atau orang lain yang bertanggung jawab gagal melaksanakannya
43. Tanggung jawab negara menjamin agar terpenuhi hak anak mendapatkan pendidikan
44. Tanggung jawab pertama orang tua untuk menjamin anak mendapatkan standar kehidupan yang memadai
45. Hak untuk berkumpul secara damai
46. Hak untuk berserikat dengan orang lain
47. Hak serikat pekerja membentuk federasi atau konfederasi nasional dan hak konfederasi nasional membentuk atau bergabung ke dalam organisasi serikat pekerja internasional
48. Persahabatan antar-semua bangsa dan kelompok ras, etnik, atau agama untuk memajukan kegiatan PBB untuk memelihara perdamaian
49. Hak kelompok minoritas etnis, agama, atau bahasa untuk menjalankan agama, ibadah, atau bahasa mereka sendiri
50. Hak untuk kawin dan membangun keluarga
51. Hak semua bangsa menentukan nasibnya sendiri yang memberikan kebebasan untuk menentukan status politik dan untuk memperoleh kemajuan ekonomi, sosial, dan budaya
52. Hak semua bangsa secara bebas mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka sendiri
53. Hak kebebasan individu dan badan-badan untuk mendirikan lembaga pendidikan
54. Hak terbebas dari campur tangan sewenang-wenang atau yang tidak sah atas kehidupan pribadi, keluarga, rumah tangga, atau hubungan surat-menyurat atau pun tidak boleh diserang kehormatan dan nama baik
55. Hak anak untuk hidup dengan orang tuanya kecuali untuk kepentingan terbaik anak
56. Hak anak untuk dilindungi dari penyalahgunaan obat-obatan narkotik dan psikotropik dan dari keterlibatannya dari produksi atau distribusi
57. Kewajiban negara mencegah perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia
58. Hak untuk terbebas dari ancaman serius terhadap kehidupan dan kesehatan akibat pembuangan bahan serta limbah beracun dan berbahaya
59. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
60. Negara harus menjamin agar anak tidak terlibat secara langsung dalam permusuhan, tidak boleh dimasukkan ke angkatan perang, dan agar anak yang dipengaruhi konflik bersenjata dilindungi dan dipelihara
61. Hak masyarakat tradisional agar identitas budaya, termasuk hak atas tanah rakyat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman
62. Kewajiban negara membuat peraturan untuk memberantas segala bentuk perdagangan wanita dan eksploitasi pelacuran
63. Hak atas jaminan sosial
64. Hak atas pekerjaan
65. Hak atas standar hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan sosial yang perlu
66. Hak untuk mendapatkan akses ke tempat atau pelayanan umum, seperti transportasi, hotel, restoran, kafe, gedung bioskop, dan taman
67. Hak atas pendidikan
68. Hak menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya
69. Hak atas suaka di negeri lain
70. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
71. Hak ikut serta dalam pemerintahan
72. Hak memilih dan dipilih pada pemilihan umum
73. Hak mendapatkan pelayanan pemerintahan

Hak asasi manusia tersebut di atas dalam buku Learning to Live Together in Peace and Harmony (Bangkok, UNESCO PROAP, 1998) mengandung nilai-nilai inti yaitu:
a. Kebenaran (truth): kesesuaian antara apa yang dipikir-kan, dirasakan, diyakini, atau diamalkan dan kenyataan yang sesungguhnya; kepercayan atau keyakinan suara hati bahwa apa yang dihayati, diperjuangkan, atau diamalkan adalah baik dan benar.
b. Persamaan dan keadilan (equality and justice): sikap, pengakuan, dan perlakuan yang sama tanpa perbedaan atas dasar sex, ras, warna kulit, keturunan, etnik, bangsa, bahasa, kebudayaan, atau agama (non-diskriminasi). Keadilan : pemberian apa yang menjadi hak subjek.
Keadilan hukum :perlakuan yang adil dalam proses hukum dan peradilan yang adil dan benar menurut hukum.
c. Penghargaan terhadap martabat manusia (respect for human dignity): Hormat terhadap hak asasi tiap orang karena kedudukan atau harkatnya sebagai manusia
d. Integritas (integrity): keteguhan demi tegaknya moralitas dan perilaku etis
e. Akuntabilitas (accountability): tanggung jawab pribadi atas gugatan yang diajukan dan sikap menerima konsekuensi atas tindakan seseorang
f. Kejujuran (honesty): satunya kata dan perbuatan
g. Penerimaan dan penghargaan terhadap perbedaan (acceptance / appreciation of diversity) Manusia itu distinct but equal (berbeda-beda tapi sama) dari segi martabat kemanusiaan. Perbedaan itu harus diterima, diakui, dan dihargai/dilayani.
h. Kerja sama (co-operation): kesediaan bekerja sama antar- individu, antar-kelompok, antar-organisasi, dan antar-bangsa

Tidak dilaksanakannya perlindungan dan pemajuan terhadap hak-hak tersebut di atas merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia.


Pentingnya Pendidikan Hak Asasi Manusia

Berdasarkan temuan pengembangan model Pendidikan HAM di Cianjur (Jawa Barat) dan Kupang NTT, dikemukakan pentingnya pendidikan HAM berikut ini.
· Untuk melaksanakan dan mendukung upaya-upaya pemajuan HAM dalam segala aspek kehidupan. Maksudnya dengan adanya pendidikan HAM, setiap orang mengetahui, mengerti, dan memahami berbagai haknya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga dapat mencegah terjadinya berbagai perilaku yang bertentangan dengan atau melanggar hak asasi manusia.
· Sebagai salah satu sarana untuk menyadarkan peserta didik agar perilakunya sesuai dengan tuntunan nilai-nilai hak asasi manusia.
· Untuk mencegah berkembangnya pikiran atau stereotipi bahwa etnik atau ras tertentu lebih baik dari yang lain.
· Untuk mencegah berkembangnya pemikiran proporsional, yakni yang lebih banyak mendapat lebih karena jumlah, bukan kualitas.
· Untuk membantu menerima kenyataan bahwa prestasi adalah manifestasi usaha dan bukan berdasarkan keadilan distributif atau keadilan dalam membagi-bagi sesuatu.
· Untuk membekali peserta didik agar memahami hak-haknya sebagai anak serta membiasakan diri berperilaku mendukung kesetaraan gender, bersikap non-diskriminatif dan anti-kekerasan.
· Untuk membekali peserta didik memahami hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Tujuan Pendidikan Hak Asasi Manusia

Berdasarkan temuan pengembangan model, tujuan Pendidikan HAM dapat dirumuskan sebagai berikut.

Tujuan umum pendidikan HAM adalah untuk mendiseminasikan, meningkatkan, mengembangkan dan melestarikan serta mempraktekan/menerapkan nilai-nilai HAM dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga dapat mengembangkan pengertian kritis seseorang baik terhadap situasi hidup dirinya maupun orang lain mengenai batasan serta struktur yang menghalangi pelaksanaan hak serta kebebasan mereka sepenuhnya.

Secara khusus, pendidikan HAM memiliki tujuan:
· Diseminasi dan sosialisasi nilai-nilai HAM melalui jalur sekolah dan luar sekolah agar masyarakat mengetahui tentang nilai-nilai HAM.
· Meningkatkan peran serta dan pengetahuan peserta didik tentang nilai-nilai HAM.
· Mengembangkan berbagai model pembelajaran untuk memperluas dan mempermudah pemahaman dan pelaksanaan HAM.
· Melestarikan berbagai nilai HAM dalam kehidupan bersama sebagai warisan kepada generasi berikutnya sehingga semakin mentradisi perilaku yang sejalan dengan HAM.
· Menunjukkan dan menerapkan berbagai cara hidup yang sejalan dengan tuntutan nilai-nilai HAM.
· Pendidikan HAM di sekolah menekankan hak-hak anak, hak-hak wanita, perilaku non-diskriminatif, sikap anti-kekerasan dan penyiksaan, hak-hak sipil dan politik warga negara, dan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Penekanan ini bertujuan mendukung proses reformasi politik, ekonomi, dan hukum dalam rangka demokratisasi dan pengembangan masyarakat warga.

Dasar Hukum Pendidikan HAM

Dasar hukum perlunya pendidikan HAM serta isi pendidikan HAM dibagi atas dasar hukum internasional dan nasional.

1. Dasar Hukum Internasional

Ada banyak instrumen internasional hak asasi manusia dalam bentuk deklarasi, konvensi, dan kovenan yang menjadi dasar hukum internasional pendidikan HAM. Dari sekian instrumen tersebut, yang terutama digunakan adalah :

· Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dari PBB (Universal Declaration of Human Rights), 10 Desember 1948
· Konvensi hak-hak anak, 20 November 1989
· Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, 18 Desember 1979
· Konvensi tentang hak-hak politik wanita, 20 Desember 1952.
· Konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial, 21 Desember 1965
· Deklarasi tentang penghapusan semua bentuk ketidakrukunan dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan, 25 November 1981
· Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia, 10 Desember 1984
· Deklarasi tentang pemberian kemerdekaan kepada negara-negara dan bangsa-bangsa jajahan, 14 Desember 1960
· Kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik, 16 Desember 1966
· Kedaulatan permanen atas sumber daya alam, 14 Desember 1962
· Hak atas pembangunan, 4 Desember 1986
· Deklarasi universal tentang pemberantasan kelaparan dan kekurangan gizi
· Kovenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, 16 Desember 1966.
· Prinsip-prinsip dasar tentang kemandirian pengadilan
· Deklarasi Vienna dan Program Aksi, 25 Juni 1993

2. Dasar Hukum Nasional

Dasar hukum nasional yang digunakan untuk pendidikan HAM adalah :
· Pancasila sebagai landasan idiil
· UUD 1945 sebagai landasan konstitusional
· UU No. 7 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapus segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, 24 Juli 1984.
· UU No. 39 /1999 tentang Hak Asasi Manusia
· Tap MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, 13 November 1998
· UU Pengesahan Perjanjian Internasional no. 24 Tahun 2000

Setelah pendahuluan pada Bab II akan dikemukakan sejumlah kontroversi (pertentangan pendapat) dalam wacana tentang hak asasi manusia dalam masyarakat. Diharapkan para pendidik HAM tidak ragu-ragu akibat kontroversi tersebut. Sikap yang diharapkan adalah mengikuti pandangan yang benar sejalan dengan prinsip-prinsip yang dianut PBB.

Pada Bab III disajikan 5 masalah yang dihadapi pendidikan HAM dalam mengembangkan model di lapangan disertai perspektif pemecahan masalah tersebut berdasarkan temuan sementara dalam pengembangan model. Pada Bab IV dipaparkan langkah-langkah pengembangan kurikulum yang telah dicoba oleh para guru dan kepala sekolah di Cianjur dan Kupang. Agar lebih jelas disajikan pula tabel contoh materi kurikulum yang dapat dikaitkan dengan butir HAM. Bab ini mengakhiri Bagian A buku ini.

Pada Bagian B dikemukakan contoh-contoh topik pembelajaran pendidikan HAM untuk mata-mata pelajaran tertentu yang relevan. Contoh ini ditulis berdasarkan pengalaman menerapkan pendidikan HAM di sekolah-sekolah di Cianjur dan Kupang serta program-program studi tertentu di Universitas Nusa Cendana dan Universitas Widya Mandira di Kupang.

Dalam menggunakan gagasan-gagasan yang dituangkan dalam buku panduan ini, pembaca diharapkan membaca dan mengkaji Buku Daftar/Ringkasan Hak Asasi Manusia dan Deklarasi, Konvensi, Kovenan yang Penting dan TAP MPR No. XVII/1998. Buku tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan dengan buku panduan ini.
BAB II

KONTROVERSI TENTANG
HAK ASASI MANUSIA

Dalam wacana tentang hak asasi manusia pada masyarakat berkembang sejumlah kontroversi (perbedaan pendapat) misalnya dalam pelaksanaannya berdasarkan kekhasan suatu bangsa, agama ataupun kelompok-kelompok tertentu. Atau juga kontroversi mengenai tanggung jawab penegakan dan pemajuannya serta perbedaan paham antara partikularisme dan universalisme.

Sikap pendidik HAM dalam kondisi tersebut adalah berusaha meyakinkan bahwa materi-materi yang disampaikan beserta proses-prosesnya cukup efektif dan jelas agar peserta didik dapat menerima dan mengerti nilai dasar dari hak-hak asasi manusia sehingga dapat diberdayakan untuk menggunakan hak-hak tersebut. Selain juga diuntungkan dalam penerapannya. Adapun nilai dasar tersebut adalah penghormatan kepada hidup dan martabat manusia. Melalui pemahaman materi-materi yang berwawasan hak asasi manusia serta proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai hak asasi manusia diharapkan peserta didik dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta mendiseminasikan kepada orang-orang di sekitarnya.

Salah satu contoh kontroversi yang dekat dengan budaya kita adalah kebiasaan orang tua memeriksa isi tas anak dan isi lemari pakaian dan buku anak, membuka surat anak yang dikirim temannya, atau bahkan dengan “mencuri-curi” membaca buku harian anak. Guru di sekolah pun terbiasa memeriksa tas sekolah siswa. Kebiasaan ini didasarkan pada pandangan bahwa orang tua dan guru berhak mengetahui rahasia anak demi pendidikan anak dan anak adalah manusia “kecil” yang belum dewasa yang tak berhak menyimpan rahasia kepada orang tua dan guru.

Pandangan yang melatarbelakangi kebiasaan ini ternyata bertentangan dengan salah satu hak asasi anak. Pasal 16 ayat 1 Konvensi Hak-hak Anak menyatakan bahwa anak berhak atas perlindungan dari campur tangan terhadap privasi (kehidupan atau rahasia pribadi), keluarga, rumah, atau surat-menyuratnya, dan dari serangan terhadap kehormatan dan nama baiknya. Bahkan, ayat 2 menandaskan bahwa anak berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan atau serangan seperti itu. Jika ditilik lebih mendalam hak tersebut mempunyai landasan yang kuat. Meskipun belum dewasa dan masih bergantung pada orang tua dan guru, secara psikologis dan filosofis anak adalah seorang pribadi. Sebagai pribadi anak telah mampu berpendapat dan memiliki kehendak sendiri serta terdorong mengemukakan pendapat dan kehendaknya. Gejala ini bahkan sudah terlihat pada anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Sering kita saksikan seorang anak secara bebas menolak makanan yang diberikan meskipun dibujuk orang tua. Terkadang kita saksikan betapa seorang anak marah ketika memergoki temannya yang membuka-buka tas sekolahnya. Ada pula orang tua yang benar-benar dimarahi anaknya ketika menemukan fakta bahwa orang tuanya secara sembunyi-sembunyi membaca buku hariannya.

Tradisi melanggar privasi anak ini sudah berlangsung dari generasi ke generasi sampai sekarang.

Contoh sederhana lain yang dapat dikemukakan adalah mengenai informasi-informasi yang bukan sebenarnya telah diberikan melalui materi-materi pelajaran yang 'indoktrinatif'. Sejak generasi kakek-nenek sampai sekarang di sekolah guru mengajarkan bahwa alam Indonesia itu kaya raya, indah, dan subur. Pandangan ini diperkuat oleh lagu “Rayuan Pulau Kelapa” dan lagu-lagu lain serta puisi yang tersebar pada buku pelajaran dan buku sumber lain. Pandangan ini bertentangan dengan kenyataan. Banyak deposit minyak bumi akan habis dan dalam waktu tak terlalu lama Indonesia terpaksa harus mengimpor minyak bumi. Banyak lokasi tambang mineral lainnya dalam waktu dekat harus ditutup karena semua depositnya bakal terkuras habis. Eksploitasi hutan dan pembangunan industri selama Orde Baru membuat banyak lahan hutan telah berubah menjadi padang tandus dan lahan pertanian menjadi hutan “beton”. Terjadi degradasi lingkungan hidup yang parah. Dampak pembangunan yang serakah tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan itu adalah berubahnya alam Indonesia menjadi miskin, rusak, dan gersang.

Fakta ini menggiring kita kepada pertanyaan : Apakah masih relevan kita berbicara tentang pembangunan berkelanjutan ?” Ulah penguasa Orde Baru ini bertentangan dengan Piagam PBB tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Ekonomi Negara (12 Desember 1974). Pasal 30 piagam ini menyatakan tanggung jawab semua negara atas perlindungan, pelestarian, dan peningkatan lingkungan hidup generasi sekarang dan mendatang. Pembangunan yang tak berwawasan lingkungan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip yang melihat kaitan erat antara manusia dan pembangunan dalam Deklarasi Rio yang dikeluarkan dalam Konferensi Lingkungan Dunia, Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brasil, (Nohlen 1994). Pola pembangunan seperti ini sekaligus menggerogoti dua hak asasi manusia, yaitu hak atas pembangunan dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Berikut ini beberapa hal lain yang mengungkapkan adanya perbedaan pendapat mengenai nilai dan pelaksanaan hak asasi manusia:

1. Pendapat bahwa tidak semua hak asasi manusia sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia, dengan alasan bahwa:
· Hak asasi manusia berasal dari Barat, dari latar belakang kebudayaan Barat.
· Bangsa kita berciri kekeluargaan yang lebih menekankan kewajiban daripada hak.

Pandangan ini kurang tepat karena:
· nilai paling dasar dari hak asasi manusia adalah penghormatan pada nilai dan martabat manusia, sehingga misalnya : pelanggaran terhadap hak hidup (misalnya melalui pembunuhan) dan hak terbebas dari penganiayaan (melalui perbuatan yang menimbulkan rasa sakit dan penderitaan yang hebat) dirasakan “sakit” oleh manusia siapa saja di mana pun, baik di Barat maupun di Timur.
· Banyak HAM yang disetujui PBB justru diusulkan oleh atau relevan dengan kepentingan negara-negara sedang berkembang. Misal : hak menentukan nasib sendiri (right to self-determination), hak atas kebebasan mengelola kekayaan dan sumber daya alam, hak atas pembangunan, kebebasan dari perbudakan, hak menikmati keuntungan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya, serta banyak hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
· Ciri kekeluargaan tak boleh menjadi alasan untuk mengurangi atau melanggar HAM, seperti hak wanita memilih suami secara bebas dan memasuki jenjang perkawinan dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya, hak untuk berpendapat tanpa campur tangan, hak atas kebebasan mengemukakan pendapat, persamaan hak dan tanggung jawab antara suami-istri, serta hak anak atas penyediaan pemeliharaan oleh negara jika orang tua, wali, atau orang lain yang bertanggung jawab gagal melaksanakannya.

2. Isu-isu hak asasi manusia dipakai negara-negara Barat untuk menekan negara-
negara berkembang demi kepentingan politik dan ekonomi negara-negara
Barat. Alasan :
· Negara-negara Barat mengeritik upah buruh yang rendah, pelarangan hak mogok buruh, dan subordinasi serikat pekerja pada partai yang berkuasa karena produk mereka kalah bersaing dengan harga produk Indonesia yang murah.
· Kecaman negara-negara Barat terhadap pelanggaran HAM di Timor-Timur misalnya dianggap memojokkan Indonesia agar melepaskan Timor-Timur.

Pandangan ini kurang tepat, dengan alasan sebagai berikut.
· Pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia harus dilakukan tanpa dibarengi syarat-syarat apapun, dengan kata lain suatu negara yang bekerja sama dengan negara lain di bidang perdagangan misalnya, tidak boleh menjadikan situasi hak asasi manusia sebagai syarat untuk kerja sama. Kebanyakan produk ekspor negara-negara Barat adalah produk teknologi berat, teknologi canggih, teknologi elektronik, teknologi informasi, dan produk karya ilmu pengetahuan dan seni musik. Kebanyakan produk ekspor negara sedang berkembang adalah produk pertanian dan bahan tambang, produk tekstil, hasil hutan, dan kerajinan. Produk ekspor yang berbeda ini cenderung saling melengkapi daripada saling bersaing.
· Kecaman negara-negara sedang berkembang terhadap penjajahan Barat yang dianggap tidak sesuai dengan Deklarasi Universal HAM PBB 1948 menyebabkan negara-negara kolonial melepas banyak bangsa terjajah menjadi negara-negara merdeka yang baru.
· Contoh lain misalnya banyak penduduk Hongkong sebenarnya lebih ingin agar Hongkong tetap menjadi koloni Inggris daripada diserahkan kembali kepada RRC. Amerika Serikat ingin memberikan kemerdekaan kepada salah satu koloninya, namun penduduk koloni tersebut lebih senang tetap menjadi koloni AS. Alasan sebagian besar penduduk koloni-koloni itu adalah mempertahankan tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi dan ruang gerak demokrasi yang lebih terjamin.
· Di banyak negara Barat, HAM tetap menjadi masalah yang tetap menjadi keprihatinan dan tema perjuangan para aktivis HAM, lembaga pembela HAM, LSM, dan kelembagaan keagamaan. Isu-isu HAM yang menonjol antara lain : kebijakan dan tindakan diskriminatif terhadap indigeneous people seperti orang Indian di AS, orang Basque di Spanyol, orang Aborigin di Australia, dan orang Maori di New Zealand; perlakuan diskriminatif terhadap kaum migran (orang kulit hitam dan kulit berwarna); nasib tunawisma dan gelandangan, diskriminasi terhadap kaum perempuan, serta pelecehan seksual terhadap anak-anak.

3. Ada hak asasi manusia tertentu yang telah disetujui PBB tak sesuai dengan ajaran agama tertentu, dengan alasan bahwa :
· Ajaran agama yang berdasarkan wahyu lebih tinggi daripada doktrin HAM yang dibuat manusia.
· Agama-agama samawi menentang abortus, eutanasia (dokter mengakhiri hidup pasien menurut usul si pasien), serta pengkloningan manusia.

Pandangan tersebut tidak tepat karena:
· Hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam berbagai deklarasi, konvensi, dan kovenan internasional telah disepakati oleh para wakil yang sah dari sekian banyak negara dan bangsa di dunia. Para wakil tersebut menganut beragam agama dan kepercayaan, seperti Kristen Protestan, Anglikan, Katolik Roma, Katolik Ortodoks, Islam, Hindu, Budha, Janism, Sikhism, Yahudi, Kong Hu Cu, Tao, dan Shinto. Jika ada HAM yang tak sesuai dengan agama tertentu, tentu saja wakil yang menganut agama itu dan lembaga agamanya menentang dan tidak ikut menandatangani instrumen internasional yang memuat HAM tersebut.
· Proses penyusunan instrumen internasional HAM memakan waktu bertahun-tahun dan melibatkan berbagai pemerintahan organisasi internasional, LSM, dan organisasi keagamaan, Konsensus dicapai melalui pengkajian dan diskusi yang mendalam. Setelah diberlakukan, konvensi dan kovenan internasional mengikat suatu negara kalau telah diratifikasi oleh parlemen dan pemerintah negara yang bersangkutan. Tak ada paksaan terhadap suatu negara untuk melakukan ratifikasi.
· Hak melakukan abortus dan eutanasia hanya berlaku di negara-negara tertentu. Hak ini ditentang keras oleh agama-agama tertentu seperti Katolik dan Islam. Kedua hak ini belum merupakan HAM karena belum disepakati dan dicantumkan dalam suatu instrumen internasional HAM. Pengkloningan masih dieksperimentasi pada hewan, belum dilakukan pada manusia. Bahkan, keberhasilan pengkloningan domba yang dilakukan di Skotlandia menjadi polemik kontroversial pula di negara-negara Barat. Sampai sekarang pengkloningan manusia belum diakui sebagai suatu hak, apalagi hak asasi manusia.

4. Hanya negara, bukan insan pribadi yang berkewajiban melindungi dan memajukan hak asasi manusia. Pandangan tersebut muncul karena:
· Hak asasi manusia dalam instrumen internasional HAM adalah perangkat hukum yang diperlukan untuk mengontrol tindakan-tindakan negara yang memiliki kekuatan memaksa (power of coercion) dan karena itu memiliki kedudukan yang lebih dominan dalam hubungan antara warga negara dan negara. Dalam kenyataan justru kedudukan yang dominan ini menyebabkan negara melalui aparatnya, baik sipil maupun militer, melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) terhadap warga negara, termasuk melanggar HAM.
· Dalam banyak instrumen internasional HAM justru dicantumkan kewajiban negara melaksanakan HAM, misalnya dalam Konvensi Hak-hak Anak, Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, serta Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang kejam, Tak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia.

Pandangan ini tidak benar, dengan alasan :
· Negara yang diperankan institusi eksekutif (pemerintah), legislatif, dan yudikatif juga melakukan pelanggaran hak asasi manusia, kewajiban memajukan dan melindungi hak asasi manusia hendaknya tidak dipercayakan sepenuhnya kepada negara. Dari pengalaman di banyak negara ternyata institusi-institusi nasional dan LSM di luar cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif berperan mengawasi tindakan negara yang berakibat pada pelanggaran hak asasi manusia. Di Indonesia cukup strategis peran institusi nasional, seperti Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak, dan Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan serta LSM bantuan hukum dan advokasi HAM, LSM kaum perempuan, LSM lingkungan hidup, dan LSM pemberdayaan masyarakat pedesaan dan kaum miskin. Institusi-institusi ini berperan besar tidak hanya dalam mengawasi kebijakan dan tindakan negara, tapi juga dalam mengisi kekosongan peran yang tak dapat dilaksanakan sendirian oleh negara. (Bahagijo & Nababan, Eds. 1999).
· Dalam mukadimah DUHAM 1948 dinyatakan bahwa bukan hanya negara tetapi juga setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat hendaknya berusaha, melalui cara mengajar dan mendidik untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar, serta melalui tindakan progresif secara nasional dan internasional, untuk menjamin pemahaman dan pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar. Van Dijk menegaskan bahwa dalam Mukadimah Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (1966) serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (1966) dinyatakan bahwa bukan hanya negara tetapi juga insan pribadi, berdasarkan kewajiban terhadap sesama manusia dan masyarakat, mempunyai tanggung jawab untuk berusaha menunjukkan dan memperhatikan hak-hak dalam kovenan tersebut. Dengan demikian diakui adanya korelasi antara kewajiban dan tanggung jawab negara dan insan pribadi. (Van Dijk dalam Baehr et.al., Eds. 1997).
· Setelah DUHAM 1948 berusaha 41 tahun, dalam Deklarasi Vienna, Program Aksi, 1993 ditegaskan bahwa perlindungan dan pemajuan HAM adalah kewajiban utama pemerintah (Pasal 1). Pada Pasal 13 dinyatakan bahwa adalah satu kebutuhan bagi tiap negara dan organisasi internasional, dengan bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah (LSM), untuk menciptakan kondisi yang baik pada tingkat nasional, regional, dan internasional, untuk menjamin penerapan HAM secara efektif dan seutuhnya. Pasal 15 menyatakan bahwa semua kelompok, lembaga, organisasi antar-pemerintah dan non-pemerintah serta perseorangan perlu didorong agar memperkuat usaha kerja sama dan koordinasi kegiatannya untuk memerangi kejahatan pelanggaran hak asasi manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa negara memiliki kewajiban utama dalam melindungi dan memajukan hak asasi manusia. Di samping itu, lembaga atau asosiasi, dan insan pribadi atau perseorangan berkewajiban pula melindungi dan memajukan hak asasi manusia.

BAB III

MASALAH PENDIDIKAN HAK ASASI MANUSIA

Pengembangan model pendidikan hak asasi manusia (HAM) pada tingkat sekolah dasar (SD) dimulai pada 10 gugus di Kecamatan Cianjur Kota, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jumlah SD yang dilibatkan sebanyak 20. Pengembangan model diawali pada bulan Juli 1998. Cianjur dipilih karena dari tahun 1980 - 1992 Pusat Kurikulum Balitbang Diknas bekerja sama dengan Overseas DeveloSpment Administration (ODA) Pemerintah Inggris melalui koordinasi The British Council dan Institute of Education, University of London telah mengadakan uji coba pengembangan sistem pembinaan profesional melalui cara belajar siswa aktif (SPP-CBSA) pada 3 kecamatan di kabupaten ini. Uji coba ini kemudian direplikasi di 6 kabupaten/kota madya di 6 propinsi (Kabupaten Lombok Barat- NTB, Kabupaten Maros - Sulawesi Selatan, Kodya Bandar Lampung - Lampung, Kodya Binjai - Sumatera Utara, Kabupaten Sidoarjo - Jawa Timur, dan Kabupaten Tanah Laut - Kalimantan Selatan). Hasil uji coba kemudian didesiminasi di Kodya Palembang - Sumatera Selatan, Kodya Jakarta Timur - DKI Jakarta, dan Kabupaten Semarang - Jawa Tengah.

“Lokakarya Komnas HAM Pendidikan Hak Asasi Manusia dan Institusi Nasional” yang diselenggarakan Komnas HAM bekerja sama dengan The Canadian International Development Agency (CIDA) pada Maret 1997 antara lain merekomendasi agar metodologi pendidikan HAM yang dianut adalah pendekatan partisipasi (participatory approach) untuk orang dewasa dan pendekatan pembelajaran aktif (active learning approach) bagi para siswa SD s.d. SMTA. Sejalan dengan rekomendasi ini, Cianjur dipilih karena para guru, kepala sekolah, dan pengawasnya telah berpengalaman melaksanakan pembelajaran aktif. Para pengembang model pendidikan HAM dari Pusat Kurikulum mengikuti Training of Trainers (TOT) Pendidikan HAM yang diselenggarakan Komnas HAM bekerja sama dengan para konsultan CIDA pada Mei 1998 dengan tujuan membentuk fasilitator-fasilitator yang akan mensosialisasikan serta mendiseminasikan nilai-nilai hak asasi manusia melalui pendekatan partisipatif dalam institusi masing-masing.
.











g a m b a r A


Prof. Dr. Saparinah Sadli dari Komnas HAM kemudian mengusulkan pengembangan model pada sekolah-sekolah di daerah lain yang belum melaksanakan pembelajaran aktif. Asmara Nababan dari Komnas HAM selanjutnya mengusulkan Kupang (NTT) sebagai daerah pengembangan model tersebut. Alasannya adalah para pendidik HAM di Kupang pada waktu mendatang dapat berperan mendesiminasi pendidikan HAM di Timor Timur. Waktu itu belum muncul gagasan pelaksanaan jajak pendapat di Timor Timur.

Guna mendukung proses reformasi, urgensi untuk melaksanakan pengembangan model pada tingkat SLTP dan SMTA meningkat. Selain itu, dirasakan kebutuhan untuk melibatkan lembaga pendidikan guru yang pada jangka panjang diharapkan memasukkan pendidikan HAM dalam pendidikan mahasiswa calon guru dan membantu in - service training bagi para guru, kepala sekolah, dan pengawas di lapangan. Di samping itu, dirasakan pula pentingnya mendorong pengembangan pusat studi HAM di universitas.

Dengan latar belakang pemikiran ini, sejak Januari 1999 dimulai pengembangan model pada tingkat SD, SLTP/MTs, SMU, dan PT di Kota Kupang. Ada 8 SD, 3 SLTP, 1 MTs, dan 4 SMU yang dilibatkan sebagai perintis. Pada tingkat PT dipilih PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) dan 4 program studi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nusa Cendana. Selain itu, dipilih 4 program studi lain pada FKIP Universitas Widya Mandira. Fakultas Hukum dan FISIP pada kedua universitas ini juga dilibatkan untuk memprakarsai pendirian pusat studi HAM. Pengembangan model di Kupang dilakukan oleh Pusat Kurikulum bekerja sama dengan UNESCO dan KOMNASHAM.

Buku panduan ini ditulis oleh para pendidik HAM di Kupang. Selanjutnya, naskah dari Kupang untuk SD, SLTP, dan SMU disunting oleh para pendidik HAM di Cianjur yang telah berpengalaman dengan pembelajaran aktif. Naskah hasil suntingan Cianjur kemudian diperiksa oleh para pengembang kurikulum pada Pusat Kurikulum sesuai spesialisasi mata pelajaran, sebelum dilakukan editing terakhir.

Meskipun waktu pengembangan model relatif masih singkat, beberapa temuan telah memberikan perspektif pemecahan masalah yang diidentifikasi dalam pendidikan HAM. Berikut ini dikemukakan beberapa masalah dan gagasan pemecahannya.

1. Masalah : Pendidikan HAM yang hanya melalui kegiatan kurikuler atau proses belajar-mengajar (PBM) di kelas dikhawatirkan mengulangi kesalahan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang cenderung terlalu kognitif, verbalistis, dan indoktrinatif.

Alternatif pemecahan

Guna mencegah kesalahan PPKn ditekankan pula proses sosialisasi nilai-nilai HAM melalui interaksi guru - kepala sekolah - siswa - siswa sehari-hari di sekolah. Interaksi ini tidak hanya terjadi di ruang kelas tetapi terutama melalui kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan OSIS, kegiatan hari raya nasional dan keagamaan, kegiatan persiapan lomba antarsekolah, kegiatan bimbingan dan konseling, serta kegiatan rutin siswa, seperti membersihkan ruang kelas dan halaman, menyiram tanaman, dan melaksanakan upacara bendera. Para kepala sekolah dan guru melaporkan bahwa proses sosialisasi tak menghadapi kendala berarti. Bahkan, di beberapa SLTP dan SMU staf tata usaha dan penjaga sekolah termotivasi melaksanakan nilai-nilai HAM dalam interaksinya dengan para siswa.

2. Masalah : Menjadikan pendidikan HAM sebagai satu mata pelajaran yang berdiri sendiri akan menambah beban kurikulum (beban belajar siswa) dan menyebabkan guru-guru mata pelajaran lain cenderung berlepas tangan, tak merasa ikut bertanggung jawab mengembangkan nilai-nilai HAM dalam diri siswa.

Alternatif pemecahan

Pendidikan HAM diintegrasikan ke mata pelajaran yang relevan, hanya pada pokok atau subpokok bahasan yang sesuai. Tampaknya alternatif ini cenderung tak menambah waktu atau tak menambah beban kurikulum atau beban belajar siswa. Para guru SD di Cianjur dan Kupang menyatakan bahwa jumlah materi terbanyak yang relevan dikaitkan dengan butir HAM adalah PPKn. Selanjutnya, pada Bahasa Indonesia cukup banyak tema, materi bacaan, berbagai keterampilan membaca, berbicara, dan menulis dapat dihubungkan secara fleksibel dengan butir HAM. Pada tempat ke-3 banyak materi sejarah dan IPS dapat diintegrasikan dengan nilai HAM.
Pada tempat ke-4, meskipun tak terlalu banyak, materi IPA dapat dikaitkan dengan butir HAM, seperti hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan berkembang, hak anak atas pemeliharaan orang tua, hak atas keselamatan, hak menikah dan membentuk keluarga, hak atas standar hidup yang layak, dan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih. Para guru belum melaporkan relevansi materi mata pelajaran Agama, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Kerajinan Tangan dan Kesenian, serta Matematika dengan nilai-nilai HAM.

Pada tingkat SLTP dan MTs para guru menyatakan bahwa materi mata-mata pelajaran tertentu dapat dikaitakan dengan nilai-nilai HAM. Mata pelajaran tersebut, dari yang terbanyak s.d. yang tersedikit, adalah : PPKn, Sejarah Nasional & Umum, Bahasa Indonesia, Agama, Ekonomi, Geografi, Bahasa Inggris, dan Biologi. Menurut para guru, amat sulit mengaitkan materi Matematika dengan nilai-nilai HAM.

Pada tingkat SMU, menurut para guru mata pelajaran yang relevan berturut-turut adalah : PPKn, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah, Agama, Tata Negara, Geografi, Ekonomi, Bahasa Inggris, Sosiologi, Biologi, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan Seni Rupa, dan Seni Musik. Sama seperti SLTP, Matematika paling sulit dihubungkan dengan nilai-nilai HAM.

Di PT pada FKIP mata-mata kuliah tertentu pada program studi PGSD, PPKn, Sejarah, Bahasa Indonesia, Ekonomi, Bahasa Inggris, Biologi, Seni Drama, Tari dan Musik, serta Bimbingan dan Konseling cukup relevan dikaitkan dengan nilai-nilai HAM pada materi yang relevan. Pada program studi PPKn bahkan telah diadakan pula mata kuliah Pendidikan HAM sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri.

Pada Fakultas Hukum dan FISIP mata-mata kuliah tertentu dapat dikaitkan dengan Pendidikan HAM. Tampaknya pengintegrasian Pendidikan HAM pada mata kuliah yang relevan tak menjadi masalah. Yang penting adalah para dosen mendapatkan pelatihan Pendidikan HAM. Selanjutnya, mereka dapat secara kreatif mengaitkannya dengan materi mata kuliah yang relevan. Bahkan, di Fakultas Hukum para dosen telah membawa mahasiswa untuk mengumpulkan data pelanggaran HAM yang dialami para pengungsi serta menugaskan mahasiswa melakukan penelitian masalah keamanan yang menyebabkan berbagai pelanggaran HAM di masyarakat.

3. Masalah : Apakah para guru dapat menerapkan metodologi pembelajaran aktif pada Pendidikan HAM padahal kegiatan pembelajaran mata-mata pelajaran lain masih konvensional (satu arah, didominasi metode ceramah dan latihan
soal ) ?

Alternatif pemecahan

Terlihat kecenderungan bahwa secara relatif guru dapat membuat siswa aktif dan kreatif dalam pendidikan HAM, khususnya pada proses belajar-mengajar materi tertentu dari mata pelajaran yang relevan, jika guru menempuh langkah-langkah sebagai berikut

· Menugaskan siswa membahas suatu kasus dalam diskusi kelompok.
· Menugaskan siswa membuat kliping tentang pelanggaran HAM dan memberi komentar terhadap isi kliping dari perspektif nilai-nilai HAM.
· Mendorong siswa melakukan permainan peran.
· Membawa siswa ke lingkungan masyarakat sekitar untuk mewawancarai nara sumber tertentu tentang isu-isu HAM.
· Menugaskan siswa membuat karangan berbentuk narasi dan puisi berdasarkan pengalaman atau pengamatannya tentang pelaksanaan HAM.
· Menerapkan kegiatan belajar seperti mengungkapkan pengalaman dan pengamatan HAM dalam bentuk ilustrasi dan poster.
· Menerapkan kegiatan belajar seperti membuat deskripsi dan mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin dari gambar/ilustrasi yang diperoleh dari koran dan majalah bekas.

gambar B



4. Masalah : Belum tersedianya buku-buku sumber yang menunjang Pendidikan HAM menyebabkan guru sulit mengajarkan nilai-nilai HAM.

Alternatif pemecahan
Tampaknya belum tersedianya buku-buku sumber tersebut tak menjadi kendala berarti jika guru termotivasi dan kreatif menggunakan beragam sumber belajar lain yang tersedia dan terjangkau, seperti :

· majalah dan surat kabar
· acara TV dan radio
· buku cerita di perpustakaan
· peta
· puisi
· nara sumber yang mudah terjangkau, seperti orang tua anggota keluarga yang sudah remaja atau dewasa, dan penjual di sekitar sekolah
· tempat ibadah (kotbah atau renungan)
· iklan
· poster
· teks lagu dan lagu
· gambar seri
· komik

5. Masalah : Konsepsi HAM cukup kompleks dan luas dan berkaitan dengan berbagai ilmu/disiplin ilmu, seperti Hukum, Antropologi, Filsafat (Etika), Ekonomi, Sosiologi, Agama (Teologi), Civics, Kriminologi, Psikologi, Kajian Wanita, Politik, dan Tata Negara. Apalagi, jumlah instrumen internasional cukup banyak. Apakah guru mampu menguasai konsepsi HAM tersebut dan berkembang rasa percaya diri untuk melaksanakan Pendidikan HAM ?

Alternatif pemecahan
Dalam pengembangan model di Cianjur dan Kupang ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

· Membagikan fotokopi deklarasi, konvensi, dan kovenan HAM yang penting kepada peserta pelatihan. Para peserta didorong membaca dokumen tersebut secara bertahap dan berulang kali dalam persiapan mengajar.
· Fasilitator membuat ringkasan yang terutama berisi daftar hak asasi manusia dan kewajiban negara dari instrumen internasional HAM yang penting.
· Mendorong para guru, kepala sekolah, dan dosen untuk membaca ulasan dan komentar di majalah dan surat kabar yang berhubungan dengan isu-isu HAM.
· Membagikan buku atau bab tertentu dari buku tertentu yang membahas HAM kepada para guru, kepala sekolah, dan dosen.
· Mendorong para guru, kepala sekolah, dan dosen mengamati talk show di TV dan radio tentang berbagai isu HAM.
· Mendorong para guru, kepala sekolah, dan dosen mengamati pelanggaran HAM di lingkungan masyarakatnya serta yang disiarkan dalam berbagai acata TV.
· Membagikan contoh-contoh topik pembelajaran pendidikan HAM yang dapat dicoba sendiri oleh para guru dan dosen.
· Memasukkan praktek mengajar pendidikan HAM di sekolah sebagai salah satu acara penting dalam pelatihan agar berkembang rasa percaya diri pada para guru dan kepala sekolah dan pandangan bahwa melaksanakan pendidikan HAM sebenarnya tidak sulit dan bahkan menggairahkan semangat atau menyenangkan para siswa.

Melalui cara-cara ini secara bertahap para guru, kepala sekolah, dan dosen secara relatif akan mampu memahami konsepsi HAM. Pemahaman ini akan menambah rasa percaya diri dalam melaksanakan Pendidikan HAM baik melalui kegiatan kurikuler maupun melalui proses sosialisasi (interaksi) dengan para siswa di sekolah dan para mahaiswa di PT.

Demikianlah telah dikemukakan beberapa masalah yang dijumpai dalam pendidikan HAM dan alternatif pemecahan masalah yang telah dicoba dalam pengembangan model di Cianjur dan Kupang. Tahap pengembangan model selanjutnya akan lebih memperkaya alternatif pemecahan masalah yang dijumpai dalam situasi konkrit di sekolah dan kampus kita.




gambar





















BAB IV

KURIKULUM PENDIDIKAN HAK ASASI MANUSIA


Dalam kurikulum 1994 yang berlaku sekarang tak ada kurikulum khusus pendidikan hak asasi manusia (HAM). Meskipun demikian, pada mata-mata pelajaran tertentu ada materi yang secara eksplisit atau implisit dapat dikaitkan dengan nilai-nilai inti (core values) HAM dan butir-butir HAM. Apa yang dimaksudkan dengan butir HAM dapat dilihat pada contoh HAM (kolom 4) yang terdapat pada tabel tersebut. Butir HAM adalah hak asasi manusia yang tercantum dalam instrumen internasional HAM dalam bentuk deklarasi, konvensi, dan kovenan internasional serta dalam UUD 1945 dan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Butir HAM yang lebih lengkap dapat dibaca pada Buku Daftar/Ringkasan Hak Asasi Manusia & Deklarasi, Kovensi, Kovenan HAM yang Penting & Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998, yang diterbitkan bersamaan dengan buku panduan ini.

Apa yang dimaksudkan dengan materi yang secara eksplisit atau implisit dapat dikaitkan dengan nilai-nilai inti HAM dan butir-butir HAM ? Titik tolak untuk menilai kaitan eksplisit dan implisit itu adalah memahami terlebih dulu apa saja hak asasi manusia yang tercantum dalam instrumen internasional HAM serta UUD 1945 dan TAP MPR No. XVII tentang HAM. Agar mudah memahami konsepsi (pemikiran) HAM dan penjabarannya dalam daftar hak asasi manusia perlu dipahami apa saja nilai inti (core values) HAM dan artinya. (Lihat Tabel Nilai Inti Hak Asasi Manusia pada Bab I). Dengan demikian, materi pokok pendidikan HAM adalah :

· Konsepsi HAM
· Isu-isu HAM
· Hak-hak asasi manusia

Tujuan pendidikan HAM telah dikemukakan pada Bab I, sedangkan sumber-sumber belajar pendidikan HAM telah dikemukakan pada Bab III pada masalah butir ke-4.


Ragam ekspresi/kreasi

Selanjutnya, untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran sebagai implementasi kurikulum perlu diidentifikasi apa saja yang dimiliki peserta didik dalam dirinya yang merupakan potensi atau hasil belajar. Apa yang dimiliki itu dapat kita sebut sebagai khasanah peserta didik.









Musik Doa Deklamasi Renungan Puisi Laporan



Verbal lisan
Suara/ Verbal Cerita
Nyanyian bunyi tertulis














Peta
Tanaman
pot Pikiran Simbol
Emosi visual Tabel
Imaji
Tanaman Imajinasi Grafik
Hewan Pengalaman
Intuisi Tarian
Kreativitas










Ikan Unggas
Gerak Pantomim
kinetik
Patung












Benda/produk Permainan
3 dimensi
Alat

Gambar Bahasa tubuh
Model 2 dimensi (body language)



























Desain Lukisan Poster Komik


Gambar: Jaringan topik/ekspresi/kreasi khasanah dalam diri peserta didik

Penjabaran lebih lengkap setiap bentuk ekspresi/kreasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.















































Khasanah itu terdiri dari :
· Gagasan (ide)
· Emosi
· Imaji (citra)
· Imajinasi (khayalan)
· Pengalaman
· Intuisi (pandangan ke depan)
· Kreativitas
Dalam proses belajar-mengajar khanasah peserta didik tersebut hendaknya diusahakan guru agar diekspresikan dalam beragam bentuk, seperti terlihat pada jaringan topik dalam tabel berikut ini:

Jaringan topik dan Tabel beragam ekspresi masalah
· Huruf dalam kurung, misalnya Doa (B,D), berarti doa lisan dapat juga ditulis (doa tertulis/B) dan disertai gerak-gerik atau peragaan (D). Peta (B, E) berarti peta yang digambar dilengkapi pula dengan tulisan verbal (kata-kata/B) serta simbol berupa gambar (E).
Model relief (E) : membuat model relief lokasi wisata, kampung, atau sekolah misalnya biasanya berdasarkan desain atau rancangan 2 dimensi yang dibuat sebelumnya.

· Keterangan :
1) Simbol matematika, misalnya : + - X :
> < > < X2 å ë D = ~

2) Bermain (game), misalnya :
· Permainan massal, atau beregu : bermain sembunyi-sembunyian, bermain kucing menangkap tikus, bermain kasti, bermain bola kaki.
· Permainan dengan alat, misalnya bermain ular tangga, monopoli, bermain dadu, bermain kartu.
· Permainan mata pelajaran, seperti permainan matematika, permainan jual beli, permainan teselasi potongan gambar atau peta.

3) Kerajinan tangan, misalnya : janur, sapu, keset, bunga kertas, origami.

4) Alat, misalnya alat peraga bahasa, matematika, alat IPA, alat musik bambu.

5) Model relief, misalnya model kampung, lokasi wisata, dan gunung berapi, dengan tanah dan air. Model relief sederhana dapat dibuat dengan pasir di bak pasir atau tumpukan pasir.

6) Model produk, misalnya model kendaraan dari kaleng bekas, model tas terbuat dari karton manila, jembatan terkuat dengan kertas koran, dan menara tertinggi dan terkokoh dari pipet.

7) Keramik, misalnya pot, periuk, piring.
Data dalam tabel ini hanyalah contoh yang memperlihatkan betapa beragamnya bentuk ekspresi/kreasi yang dapat dipilih guru untuk mendorong siswa mengekpresikan apa yang dimilikinya. Dalam kegiatan ekspresi tentu kreativitas siswa akan berkembang sehingga sering sulit dibedakan antara bentuk ekspresi dan bentuk kreasi. Jika diamati bentuk-bentuk ekspresi/kreasi yang diberi kotak, terlihat bahwa dalam prakxis sehari-hari di sekolah guru terlalu terikat pada bentuk-bentuk konvensional. Bentuk-bentuk tersebut sudah menjadi tradisi di sekolah sejak awal kemerdekaan sampai sekarang. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam soal pengembangan kreativitas kita masih berjalan di tempat.

Bentuk-bentuk ekspresi/kreasi yang dibina di sekolah ternyata mengurangi keragaman ekspresi/kreasi dalam kebudayaan suku-suku bangsa kita. Perhatikanlah orang Bali. Orang Bali tidak hanya mengekspresikan nilai-nilai adat dan keagamaannya dalam bentuk verbal lisan, seperti doa, cerita, dongeng, lawahan, dan peribahasa/pepatah, tetapi juga dalam bentuk verbal tertulis seperti dapat diamati pada aneka lontar yang amat banyak. Orang Bali tidak hanya berekspresi dalam simbol visual seperti terlihat pada aksara Bali tetapi juga dalam bentuk tulisan pada payung, kipas, dan kain adat. Orang Bali tidak hanya berekspresi dalam bentuk produk 3 dimensi seperti patung, janur (jejahitan), canang (sesajen harian), dan aneka kerajinan tangan tapi juga dalam bentuk gerak kinetik seperti tarian, wayang, dan ludruk. Yang terakhir ini biasanya disertai bentuk ekspresi suara/bunyi berupa musik gamelan dan tembang Bali. Dalam soal tanaman dan hewan orang Bali menggantungkan hidupnya pada tanaman padi, buah-buahan, dan sayur-mayur serta hewan ternak seperti ayam, babi, dan sapi.

Contoh ekspresi dan kreasi budaya orang Bali pada prinsipnya terdapat pula pada kebudayaan Jawa, Sunda, Lampung, Minang, Batak, Aceh, Banjar, Dayak, Papua, Bugis, Sasak, Timor, Maluku, dan kebudayaan ratusan suku lain di Indonesia.

Pengembangan kecerdasan emosional

Keragaman ekspresi dan kreasi budaya itu dari segi teori kecerdasan emosional (emotional intelligence) justru lebih mengembangkan belahan otak sebelah kanan dari pada belahan otak sebelah kiri. Amatilah tabel berikut ini.
Tabel : Fungsi-fungsi belahan otak kiri dan kanan manusia
OTAK
K I R I
K A N A N
· Verbal

· Intelektual
· Abstrak
· Analitik
· Obyektif
· Logis



· Non-verbal
Bahasa tubuh (body language)
· Emosional
· Intuitif
· Konkrit, pragmatik
· Holistik, visiospatial
· Subjektif
· Gestalt (citra keseluruhan), imaginatif
· Religius, artistik
(Sumber : Lazuardi 1996)

Belajar menurut logika neurologis adalah :
· Pertama, menekankan pengembangan fungsi-fungsi belahan otak kanan terutama sejak janin dalam kandungan sampai usia 5 tahun, diteruskan sampai usia 16 tahun.
· Kedua, menekankan pengembangan fungsi-fungsi belahan otak kiri.
· Ketiga, kombinasi antara fungsi-fungsi belahan otak kiri dan kanan.

Yang dilakukan guru di sekolah adalah membalik logika belajar neurologi ini. Sejak anak masuk SD yang ditekankan justru pelajaran bahasa (fungsi verbal), kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau matematika (fungsi intelektual dan fungsi logika). Pelajaran-pelajaran di SD justru menekankan cara berpikir analitik, objektif, dan logis. Pelajaran seperti kerajinan tangan, kesenian, dan olah raga menjadi pelajaran yang di-anaktirikan atau sebagai pelengkap pelajaran bahasa, Matematika, IPA, dan IPS. Sebenarnya menurut logika neurologi, sejak kelas II SLTP barulah ditekankan pengembangan fungsi belahan otak kiri.

Kekeliruan fatal ini membawa dampak negatif sebagai berikut

1. Siswa kita terlatih seperti “burung beo” yang hanya pintar meniru tapi sulit sekali menciptakan sendiri. Siswa kita terlatih berpikir konvergen (mencari satu jawaban benar) dan kurang sekali dibina berpikir divergen (mencari berbagai alternatif jawaban terhadap satu soal). Dominasi soal pilihan ganda dalam EBTANAS memperkuat cara berpikir konvergen.
2. Siswa kita berperilaku seperti robot. Mengerjakan tugas hanya jika disuruh. Belajar semalam suntuk untuk mengikuti tes esok pagi. Siswa kita kurang terlatih membuat rencana (planning) belajar, membuat sketsa sebelum menggambar, membuat denah atau rancangan sebelum membuat model relief, atau membuat catatan singkat sebelum menulis karangan.
3. Siswa kita cenderung suka berbicara (ngobrol, guyon) tapi sulit sekali dalam menulis karangan atau paper. Tulisan pun amat monoton, terlalu dominan bentuk narasi, kurang dalam menggunakan simbol visual dan ilustrasi seperti tabel, grafik, peta, diagram, bagan, dan gambar. Kebiasaan ini terbawa sampai ke mahasiswa di PT. Tak usah heran mengamati perilaku politisi kita yang jauh lebih lancar omong dari pada menulis. Perhatikan artikel ilmiah para ilmuwan kita yang dipenuhi narasi tapi kurang sekali menggunakan tabel, grafik, diagram, bagan, dan ilustrasi sebagai eye-catching (menarik pandangan pembaca waktu mulai membaca).
4. Siswa kita cenderung kurang ekspresif dalam berbicara. Kurang sekali disertai mimik wajah dan gerak gerik tubuh, dibandingkan dengan siswa di negara-negara Barat. Perhatikan kotbah para ulama dan pidato politisi kita yang cenderung monoton, tidak penuh dinamika seperti generasi Bung Karno.
5. Siswa kita tak terbiasa menciptakan lagu, apalagi dalam notasi balok. Siswa kita hanya terampil menggunakan ballpoint, mesin ketik, atau komputer, tapi lemah sekali dalam menghasilkan benda 3 dimensi, bahkan tak terbiasa berkotor tangan menanam dan memelihara tanaman, unggas, dan hewan ternak lain.
6. Dampak yang lebih fatal dalam menjungkir balik teori belajar menurut logika neurologi antara lain sebagai berikut
· Rasa kurang percaya diri
· Suka mengambil jalan pintas
· Kurang mampu memimpin
· Takut bertanya dan kurang suka mencoba
· Kurang menghargai perbedaan
· Kurang menghargai karya orang lain
· Mudah menjadi arogan
· Sulit mengendalikan diri, suka tawuran
· Kurang memiliki empati kepada orang yang menderita
· Kurang kreatif dan inovatif

Daniel Goleman adalah seorang tokoh teori kecerdasan emosional mutakhir
Ia menekankan pengembangan bagian otak yang menjadi pusat kecerdasan emosional (EQ)-menurut para ahli sebelumnya di belahan otak kanan - bukan hanya pusat kecerdasan intelektual (IQ) di belahan otak kiri (Goleman 1995). Dalam buku terbarunya (Goleman 1999), ia menjelaskan bahwa pengembangan kecerdasan emosional akan meningkatkan penguasaan kecakapan emosional dalam 5 dimensi kecerdasan emosi, yaitu :
1. Kecerdasan diri : kesadaran emosi diri, penilaian diri dengan teliti, dan percaya diri.
2. Pengetahuan diri : kendali diri, dapat dipercaya, tanggung jawab terhadap kinerja, adaptabilitas, dan inovasi.
3. Motivasi : dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme.
4. Empati : pemahaman orang lain, orientasi pada pelayanan, pengembangan orang lain, menghargai keragaman, dan kesadaran politis.
5. Keterampilan sosial : persuasi, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kerja sama, dan kemampuan bekerja dalam tim.

Kecakapan-kecakapan emosional siswa dalam 5 dimensi ini perlu dikembangkan guru dan kepala sekolah bukan hanya melalui kegiatan kurikuler berbagai mata pelajaran tapi juga melalui sosialisasi dalam berbagai kegiatan lain di sekolah. Dari segi tujuan pendidikan HAM, terutama penanaman dan pengembangan nilai-nilai inti HAM, pengembangan kecakapan-kecakapan emosional ini amatlah relevan. Karena itu, dalam pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran, terutama dalam memilih ragam bentuk ekspresi dan kreasi emosional tersebut hendaknya dijadikan rujukan.

Keterampilan dasar pendidikan HAM

Pendidikan hak asasi manusia tak hanya ditujukan pada penguasaan materi hak asasi manusia, seperti konsepsi HAM, isu-isu HAM, apa saja hak asasi manusia yang terdapat dalam instrumen internasional dan instumen nasional HAM, serta nilai-nilai inti HAM. Selain penguasaan materi, pendidikan HAM ditujukan pula untuk mengembangkan kemampuan afeksi akan nilai-nilai HAM dalam diri peserta didik. Bagaimana cara mengidentifikasi kemampuan tersebut itu ?

Patokan utama adalah apa saja keterampilan dasar yang dimiliki atau dikuasai para aktivis hak asasi manusia, seperti aktivis bantuan hukum, aktivis hak-hak kaum perempuan, aktivis hak-hak anak, aktivis hak-hak politik, dan aktivis hak-hak buruh. Keterampilan dasar para aktivis tersebut dijabarkan secara konkrit dalam keterampilan dasar pendidikan HAM yang perlu ditanamkan dan dikembangkan dalam diri siswa sesuai dengan usia dan jenjang sekolahnya. Dengan mengikuti patokan ini, berdasarkan pengalaman melaksanakan pendidikan HAM di Cianjur dan Kupang, diidentifikasi 12 keterampilan dasar pendidikan HAM seperti tercantum pada kolom kanan pada tabel berikut ini.


































































































































Jika diamati secara teliti, banyak dari ketrampilan dasar ini juga menjadi sasaran pengembangan mata-mata pelajaran lain, seperti Sejarah, IPS SD, PPKn, Geografi, Ekonomi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Tata Negara, Sosiologi, dan Antropologi. Hal yang sejalan ini mempermudah pengintegrasian pendidikan hak asasi manusia ke dalam mata pelajaran-pelajaran tersebut.

Dalam pendidikan hak asasi manusia ketrampilan dasar yang telah diidentifikasi tersebut dihubungkan dengan nateri pokok hak asasi manusia, nilai-nilai inti hak asasi manusia, dan sosialisasi hak asasi manusia dalam praksis sehari-hari di sekolah melalui berbagai kegiatan sekolah dan interaksi informal. Identifikasi hubungan tersebut dapat dilihat pada tanda bulatan pada tabel.

Data pada tabel ini memperlihatkan bahwa secara umum ketrampilan-ketrampilan dasar tersebut dapat dihubungkan dengan materi pokok hak asasi manusia dan nilai-nilai inti hak asasi manusia (cukup tersebar). Dihubungkan dengan sosialisasi HAM ketrampilan menerapkan (aplikasi) tampaknya amat relevan. Ketrampilan yang lain adalah mengungkapkan perasaan (empati), membuat rencana dan disain, mengungkapkan dalam gerak kinetik, menarik kesimpulan, dan membuat penilaian.

Dengan merujuk pada tabel ini dapatlah disusun kompetensi atau kemampuan dasar pendidikan hak asasi manusia. Daftar kompetensi dasar berikut ini bersifat umum, dapat berlaku dari SD sampai dengan SMU bahkan dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi ketrampilan dasar pendidikan hak asasi manusia untuk perguruan tinggi. Yang perlu dilakukan guru adalah penyesuaian dengan taraf kemampuan berfikir sesuai dengan usia siswa.


KOMPETENSI/KEMAMPUAN DASAR PENDIDIKAN HAM

Tema 1 : Konsepsi HAM, isu-isu HAM, identifikasi hak asasi manusia yang mana,
cara-cara memajukan dan melaksanakan HAM

· Mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif tentang pelanggaran HAM pada kurun waktu tertentu
· Menginterpretasi konsepsi HAM, isu-isu HAM, pengertian hak asasi manusia yang relevan, kasus-kasus pelanggaran HAM
· Mencari hubungan sebab-akibat tentang sejarah perkembangan HAM, isu-isu HAM, pelanggaran dan korban pelanggaran HAM, kebijakan-pelaksanaan-penerapan HAM
· Membuat penilaian tentang isu-isu HAM, penerapan hak asasi yang mana, cara-cara memajukan dan menegakkan HAM
· Membuat klasifikasi isu-isu HAM, jenis-jenis HAM, cara-cara memajukan HAM
· Membandingkan pelaksanaan HAM di berbagai daerah, tempat, instansi, organisasi, membandingkan hak-hak asasi yang dilaksanakan dengan intensif dan yang kurang intensif, cara-cara menegakkan HAM di berbagai daerah, tempat, instansi, organisasi
· Menyusun argumentasi tentang perlunya penegakan HAM dan cara-cara pemajuan HAM
· Membuat sintesis antara pelanggaran HAM, isu-isu HAM, kebijakan, dan dampak pelanggaran HAM
· Menerapkan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan dan interaksi di sekolah dan keluarga
· Menulis puisi, pidato, renungan, doa tentang isu-isu HAM, akibat pelanggaran HAM, harapan penegakan HAM
· Menyusun tuntutan penegakan HAM melalui berbagai cara/bentuk
· Membuat deskripsi kejadian, tempat, foto, tentang pelanggaran HAM dan pelaksanaan HAM
· Menyusun rencana (dan resolusi) penerapan HAM dalam kehidupan sehari-hari
· Mengungkapkan pelanggaran HAM dan cara penanggulangan korban pelanggaran HAM dalam bentuk lukisan, karangan, matriks, tabel, chart, gerak, permainan peran
· Menarik kesimpulan/peneralisasi tentang konsepsi HAM, faktor penyebab pelanggaran HAM, dampak pelanggaran HAM, dan cara-cara penegakan HAM
· Menulis laporan tentang isu-isu HAM, pelanggaran HAM, ganti rugi, dan langkah pemajuan dan penegakan HAM

Tema 2 : Nilai-nilai inti HAM, yaitu : kebenaran, persamaan, keadilan,
penghargaan terhadap martabat manusia, integritas moral, akuntabilitas,
kejujuran, penerimaan dan penghargaan terhadap perbedaan, kebebasan
dan tanggung jawab, kerja sama, penentuan sendiri, perlindungan, dan
pemilihan akses untuk pengembangan kepribadian serta peningkatan
kesejahteraan dan kemajuan sosial.

· Membuat analisis tentang kaitan antara isu-isu HAM dan pelanggaran HAM dengan hak-hak asasi apa yang dilanggar dan nilai-nilai inti HAM
· Mencari hubungan sebab-akibat antara kebijakan pemerintah, perundang-undangan yang berlaku, dan kenyataan praxis di lapangan dengan pelanggaran/pemajuan HAM, hak-hak asasi apa yang dilanggar, dampak terhadap kelompok masyarakat, dan nilai-nilai HAM
· Mengungkapkan perasaan, termasuk empati, terhadap korban pelanggaran HAM dalam hubungannya dengan hak-hak asasi apa yang dilanggar dan nilai-nilai inti HAM yang dilecehkan
· Membuat klasifikasi hak-hak asasi manusia menurut nilai-nilai inti HAM
· Membandingkan berbagai pelanggaran dan pemajuan nilai-nilai inti HAM antar- berbagai kasus HAM, antar-daerah, antar-sektor kehidupan masyarakat, dan antar-kelompok sosial
· Menyusun argumen tentang faktor-faktor penyebab pelanggaran HAM, akibat yang ditimbulkan, dan alternatif solusi masalah guna memajukan pelaksanaan nilai-nilai inti HAM
· Menerapkan nilai-nilai inti HAM dalam interaksi dalam proses belajar-mengajar sehari-hari di sekolah
· Membuat prediksi tentang kemerosotan dan pemajuan nilai-nilai inti HAM dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
· Menyusun tuntutan penegakan HAM dalam lingkungan setempat dari segi tinjauan pemajuan nilai-nilai inti HAM
· Mengungkapkan kemerosotan dan pemajuan nilai-nilai inti HAM dalam beragam bentuk ekspresi, seperti lukisan, ilustrasi, tabel, grafik, prosa/narasi, puisi, pepatah, dan lagu
· Mengumpulkan data tentang kemerosotan dan pemajuan nilai-nilai inti HAM di lapangan dan sumber tangan kedua seperti koran, majalah, TV, radio, dan statistik
· Membaca/menggunakan tabel, grafik, diagram, peta, dan chart yang berisi data tentang pelanggaran nilai-nilai inti HAM
· Menarik kesimpulan/generalisasi tentang pelanggaran dan pemajuan nilai-nilai inti HAM
· Membuat penilaian tentang kadar pelanggaran dan pemajuan nilai-nilai inti HAM
· Menulis laporan tentang pelanggaran dan pemajuan nilai-nilai inti HAM

Tema 3:Sosialisasi hak-hak asasi manusia dalam praxis sehari-hari di sekolah
dalam kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan OSIS, kegiatan hari raya
nasional dan keagamaan, kegiatan persiapan lomba antar-sekolah, kegiatan
bimbingan dan konseling, kegiatan rutin siswa (membersihkan kelas dan
halaman, menyiram tanaman, dan melakukan upacara bendera), dan
interaksi informal antara guru-siswa-kepala sekolah.

· Mengungkapkan perasaan tentang pelanggaran HAM dan harapan perbaikan dalam kegiatan hari raya nasional dan keagamaan, konsultasi bimbingan dan konseling, serta interaksi informal antara siswa-siswa-guru-kepala sekolah.
· Menerapkan hak asasi manusia dalam sosialisasi melalui praxis sehari-hari di sekolah
· Menulis puisi, pidato, dan renungan tentang HAM dalam kegiatan hari raya nasional dan keagamaan
· Membuat rencana (planning) pelaksanaan HAM melalui kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan OSIS, kegiatan hari raya, dan kegiatan persiapan lomba antar-sekolah
· Mengungkapkan dalam bentuk gerak (kinetik) tentang HAM dalam pantomim, permainan peran, serta musik dan nyanyian
· Menarik kesimpulan tentang pelaksanaan HAM dalam kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan persiapan lomba antar-sekolah, dan kegiatan bimbingan dan konseling

Setelah memahami apa saja hak asasi manusia dan konsepsi HAM yang tergambar pada pengertian hak asasi manusia, ragam ekspresi atau kreasi khasanah dalam diri anak, kecakapan-kecakapan emosional, keterampilan dasar pendidikan HAM, serta kompetensi dasar pendidikan HAM, langkah selanjutnya adalah membaca kurikulum mata pelajaran yang relevan, khususnya materi (pokok/subpokok bahasan) dan uraiannya. Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris materi itu terutama tergambar pada tema (themes). Setelah membaca materi dan uraiannya pada kelas/caturwulan tertentu, dapatlah diidentifikasi bagian mana dari materi tersebut yang secara eksplisit (langsung) atau secara implisit (tak langsung) dapat dikaitkan dengan butir HAM.

Jika Anda masih ragu-ragu, bacalah secara sepintas isi buku tentang materi tersebut. Bagian materi yang memiliki kaitan eksplisit dapat langsung ditulis pada kolom “Materi yang terkait dengan HAM”. (Lihat Tabel Contoh Materi Kurikulum yang Dapat Dikaitkan dengan Butir HAM). Sedangkan, bagian materi yang memiliki kaitan implisit tak bisa langsung ditulis pada kolom tersebut. Di sini diperlukan inspirasi dan kreativitas guru mengembangkan gagasan agar tercipta rumusan atau kalimat yang menggambarkan konsepsi atau nilai-nilai inti HAM. Kalau telah diciptakan rumusan atau kalimat tersebut, tulislah pada kolom “Materi yang terkait dengan HAM”. Pada langkah terakhir, tulislah hak-hak asasi manusia yang relevan pada kolom “Butir HAM”.

Setelah langkah-langkah ini ditempuh, Anda akan memiliki kurikulum pendidikan HAM yang Anda kembangkan sendiri. Langkah selanjutnya, sebelum mengajar materi yang terkait dengan butir HAM adalah memasukkan kegiatan belajar pendidikan HAM dalam persiapan mengajar rutin mata pelajaran. Jika langkah ini tak mau ditempuh, Anda dapat saja melakukan cara-cara lain, misalnya :
ü Membuat catatan singkat tentang poin-poin kegiatan belajar Pendidikan HAM.
ü Membuat lembar kerja khusus untuk kegiatan belajar pendidikan HAM.
ü Menyiapkan kasus, berita, ulasan, atau gambar yang mungkin ditemukan pada koran atau majalah.
ü Menyediakan buku cerita atau buku sumber lain yang mungkin tersedia di perpustakaan.
ü Membuat jaringan topik kegiatan belajar yang kemudian dipilih untuk diajarkan.

Ini hanyalah contoh yang dapat anda lakukan. Yang terpenting adalah menyesuaikan dengan pola yang biasa Anda tempuh dalam mempersiapkan pelajaran. Kalau tak terbiasa membuat catatan tertulis, mungkin Anda hanya menyimpan gagasan kegiatan belajar pendidikan HAM di benak Anda. Pada waktu mengajar, kegiatan belajar apa saja yang terpikir di benak Anda dapat langsung ditulis di papan tulis atau disampaikan secara lisan dalam bentuk tugas kepada para siswa. Patokan yang perlu dipegang adalah yang penting siswa aktif, kreatif, dan senang melakukan kegiatan belajar. Persiapan mengajar tertulis bukanlah ukuran menilai keberhasilan proses belajar-mengajar.

Berikut ini dikemukakan Tabel Contoh Materi Kurikulum yang dapat dikaitkan dengan butir HAM. Ini hanyalah contoh. Anda diharapkan mengembangkan sendiri atau bersama dengan guru-guru lain dalam kegiatan gugus (kelompok kerja guru=KKG) atau kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).


· Makhluk hidup melindungi diri dari musuhnya

· Membahas tentang berbagai usaha makhluk hidup untuk dapat melindungi diri dari musuhnya

· Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan berkembang

Hak hidupBagi anak-anak yang sedang menjalami masa pertumbuhan dan perkembangan, busung lapar mengancam hak hidupnya (rights to life). Anak-anak berhak atas makanan (rights to food), yang jika dikurangi bakal mengancam kelangsungan hidupnya. Malnutrisi adalah kontributor penting adanya mordibilitas dan mortalitas anak, baik dalam situasi darurat maupun situasi bukan darurat. Demikian kira-kira peringatan UNICEF dalam publikasi berjudul Technical Notes: Special Considerations for Programming in Unstable Situations. Karenanya, masih menurut buku panduan itu, pencegahan dan penanganannya harus menjadi top priority in all circumstances.Konvensi PBB tentang Hak Anak (UN's Convention on the Rights of the Child/CRC) dalam pasal 6 menjamin hak anak untuk hidup dan kelangsungan hidup dan perkembangan yang maksimal (child's rights to life and maximum survival and development). Terang benderang dalam Pasal 6 CRC, menggandengkan hak hidup anak dengan hak atas kelangsungan dan perkembangan yang maksimal. Selain itu, bebas dari kelaparan dan malnutrisi (freedom from hunger and malnutrition) sudah dideklarasikan sebagai hak asasi yang mendasar dalam Universal Declaration of Human Rights (artikel 25, para 1). Bebas dari kelaparan dan malnutrisi, termasuk anak-anak, juga disetujui dalam United Nations World Food Conference (1996). Kelaparan dan malnutrisi yang potensial merenggut jiwa dan hidup anak, akhir berurusan dengan isu serius pengabaian hak hidup manusia. Lihatlah bagaimana secara spesifik The Human Rights Committee, dalam General Comment memperdulikan aspek hak hidup anak (1982). Dalam laporan itu dikemukakan bahwa komite menimbang agar negara peserta CRC mengambil semua upaya yang mungkin untuk mengurangi kematian bayi (infant mortality) dan upaya untuk meningkatkan harapan hidup anak (life expectancy), khususnya mengadopsi upaya-upaya serius menghapuskan malnutrisi anak. Panduan yang terang dan spesifik untuk memastikan hak hidup anak dan hak untuk kelangsungan dan pertumbuhan maksimal anak dapat dinikmati anak-anak. Nah, sudah terang benderang betapa korelasi erat antara upaya memerangi busung lapar sebagai kewajiban konstitusional negara menjamin hak hidup anak. Suatu hak yang tidak boleh dikurangi dan diabaikan, termasuk dalam situasi darurat sekalipun. Bagi anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, dan sangat bergantung (dependent) dari orang lain, pengabaian yang dilakukan orang dewasa atau negara, dapat mengancam hidupnya. Kelaparan dan malnutrisi, dalam pandangan ini, adalah clear and present danger bagi anak-anak Indonesia.Dengan sangat spesifik, dalam Manual Human Rights Reporting (1997), secara teknis-praktis memandu bagaimana negara peserta memenuhi hak hidup anak, termasuk dengan menaikkan harapan hidup, menekan angka kematian bayi, merehabilitasi kesehatan, menyediakan makanan dan air bersih bagi anak. Termasuk pula di dalamnya mencegah hukuman mati bagi anak (death penalty), dan pembunuhan bayi (infanticide).Hak hidup ini, dalam wacana instrumen/konvensi internasional merupakan hak asasi yang universal, dan dikenali sebagai hak yang utama (supreme right). Sebelum disahkannya CRC, beberapa instrumen/konvensi internasional juga sudah menjamin hak hidup sebagai hak dasar seperti Universal Declaration of Human Rights (pasal 2), International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) (pasal 6). Bahkan, dalam General Comment-nya pada tahun 1982, The Human Rights Committee, menyebutkan hak hidup sebagai hak yang tidak dapat diabaikan termasuk dalam waktu darurat (rights to life a is the supreme right from which no derogation is permitted even in time of emergency).





BergegasDengan argumentasi di atas, maka mestilah pemerintah bergegas dan cergas menghapuskan busung lapar sebagai ancaman hak hidup anak. Kalau tidak, dalam logika itu, pemerintah mengabaikan hak hidup warga negaranya sendiri. Pengabaian busung lapar, idem ditto dengan tindakan pemerintah yang membolehkan hukuman mati bagi anak-anak. Setidaknya, terjadi pengabaian hak hidup anak sebagai akibat dari tidak berbuat untuk mencegah dan tidak menangani ancaman atas hak hidup manusia. Jaminan atas hak hidup anak ini, dalam hukum nasional sudah tertera dengan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak (Pasal 4); UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 4 dan 9); dan Pasal 28 B ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945. Dalam situasi dimana tanggung jawab keluarga atau orangtua tidak dapat dijalankannya, negara mesti menyediakan program jaminan sosial (safety net). Perihal jaminan sosial ini, diharmonisasikan ke dalam pasal 8 UU No. 23/2002 yang secara eksplisit menyebutkannya sebagai hak anak yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah.Karena itu, dalam menangani, mencegah dan mengantisipasi kasus kelaparan anak, malnutrisi, dan kurang gizi, jangan hanya dipahami sebagai masalah kesehatan atau hak atas kesehatan saja. Apalagi, disederhanakan menjadi masalah administrasi pemerintahan. Namun, dalam perspektif instrumen internasional, hukum nasional maupun konstitusi negara Indonesia, sah dan konstitusional skema pemberantasan kelaparan dan busung lapar anak dalam konteks isu hak hidup manusia. Ironis memang, jika ada pemimpin di negeri ini masih menyisakan pandangan keliru bahwa masalah busung lapar cuma isu pinggiran saja. Patutkah pemerintah pusat mempersalahkan kebijakan desentralisasi kesehatan dan sosial sebagai penyebabnya? Dan, dengan mudah menjadikan kelalaian pemerintah daerah sebagai kambing hitamnya? Dan, selanjutnya, melakukan resentralisasi kesehatan dan sosial sebagai jawabannya?

JOIN US